BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidik mempunyai dua arti, ialah arti luas dan arti
sempit. Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina
anak-anak, secara alamiah semua anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari
orang-orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan tumbuh secara wajar.
Sementara itu pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan
dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua pendidik ini di beri
pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai
ilmu itu dan terampil melaksanakannya di lapangan.[1]
Dalam sebuah hadits
ان
الله سبحا نه وملائكته واهل سماواته وارضه حتى النملة فى حجرهاوحتى الحوت فى
البحرليصلون على معلمى الناس الخير (رواه الترمذى)
Artinya : “Sesungguhnya
Allah yang maha suci dan para malaikatNya serta semua penghuni langit dan
bumiNya, sampai semut dalam lubangnya dan ikan di dasar laut sekalipun, niscaya
akan memintakan rahmat bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan” (HR.
Turmudzi).[2]
Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa manusia
yang mengajar kepada kebaikan akan dimuliakan, bahkan hewan pun turut
memuliakannya.
Pendidik dalam
islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik
potensi efektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik
berarti juga orang dewasa yang beertanggung jawab memberi pertolongan pada
peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba
dan khalifah Allah SWT, dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk individu
yang mandiri.[3]
Dalam kaitannya dengan pendidikan, karya
Syaikh Hafid Hasan Al Mas’udi mempunyai peran cukup penting dalam menghantarkan
nilai-nilai pendidikan moral, etika dan karakter sampai kepada peserta didik.
Pemikiran-pemikiran Syaikh Hafid Hasan Al Mas’udi yang condong pada pesan moral,
ketakwaan, kejujuran, ketawadhu’an, dan pesan-pesan lainnya. Pesan-pesan
tersebut disajikan secara ringkas sehingga pembaca tidak merasa sulit untuk
mempelajarinya.
B.
Identifikasi Masalah
Mengingat keterbatasan yang ada pada penulis
serta untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka masalah hanya dibatasi pada
etika pendidik yang terdapat dalam kitab Taisirul
Kholaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi.
Berdasarkan pembatasan masalah diatas , maka
identifikasi masalah yang diajukan adalah : “Bagaimana etika pendidik menurut
Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi ”
C.
Penegasan Istilah
Supaya tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan istilah-istilah yang
digunakan dalam judul ini maka perlu adanya penegasan
istilah. Penegasan istilah dalam judul ini adalah:
1. Etika
adalah bagian dari filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang baik,
berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Pengertian umum
etika dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (1) ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq), (2) kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq, (3) nilai mengenai benar dan salah
yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.[4]
2. Pendidik
adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi,[5]
3. Syaikh
Hafid Hasan Al-Mas’udi nama aslinya ialah Abu al-Hasan Ali bin Husayn bin Ali
al-Mas’udi atau Abu Hasan Ali bin Hasyn bin Abdullah al-Mas’udi. Beliau
dilahirkan di Baghdad, iraq menjelang akhir abad ke-9M. Beliau dilaporkan
meninggal di Fustat (Mesir) pada tahun 345H/1956M. Beliau seorang ulama besar
dan sekaligus seorang guru dari Al-Azhar.
4. Kitab Taisirul Kholaq merupakan kitab yang
dikarang oleh Syaikh Hafid hasan Al-Mas’udi. Taisirul Kholaq artinya kitab yang memudahkan seorang untuk
melaksanakan akhlaq dan memahami macam-macam akhlaq. Sehingga mengetahui dengan
pasti akhlaq yang harus dilaksanakan dan akhlaq yang harus di tinggalkan. Kitab
Taisirul Kholaq ini merupakan sebuah
kitab yang ringkas dari bagian ilmu akhlaq. Kitab ini disusun untuk para
pelajar yang mendalami ilmu-ilmu agama, dan dalam kitab ini juga mengetengahkan
akhlaq yang dibutuhkan oleh para pelajar pemula.[6]
D.
Rumusan Masalah
Dari ulasan singkat mengenai latar belakang
masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti akan merumuskan suatu rumusan
masalah yang akan menjadi panduan pada penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Bagaimana kandungan atau isi kitab Taisirul
Kholaq?
2.
Bagaimana
etika pendidik menurut Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi?
E.
Tujuan Penelitian
1. Untuk
mendiskripsikan isi kitab Taisirul Kholaq
karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi
2. Untuk
mengetahui etika seorang pendidik yang
terkandung dalam kitab Taisirul Kholaq
karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi
3. Untuk
mengetahui relevansi etika seorang pendidik yang terkandung dalam kitab Taisirul
Kholaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi terhadap realita kehidupan
modern sekarang
F.
Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat
Teoritis
a. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
b. Sebagai
referensi bagi penulis untuk menambah kelengkapan data
c. Sebagai
bahan kajian bagi penulis untuk melakukan penelitian.
2. Manfaat
praktis
a. Bagi
guru
1) Sebagai
bahan evaluasi bagi guru untuk lebih mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidik
dalam melaksanakan pembelajaran.
2) Sebagai
bahan evaluasi bagi guru tentang kepribadian dan akhlak
b. Bagi
siswa
1) Sebagai
panduan bagi peserta didik sehingga memiliki akhlak yang baik
2) Sebagai
panduan bagi peserta dalam meningkatkan belajar
c. Bagi
peneliti
Untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang
kepribadian guru pendidikan agama Islam yang akan mempengaruhi akhlak siswa di
sekolah.
G.
Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam
penulisan skripsi ini penulis membagi dengan sistematika sebagai berikut :
1. Bagian
muka, terdiri dari halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan,
pernyataan keaslian skripsi, halaman motto, halaman persembahan, pedoman
transliterasi, abstraksi, kata pengantar, dan daftar isi, daftar lampiran.
2. Bagian
tengah, merupakan isi skripsi, bagian ini terbagi dalam beberapa bab:
BAB
I : Berisi
pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan skripsi.
BAB
II :
Berisi tentang landasan teori
yang meliputi, kajian pustaka dan kajian teori. Kajian teori berisi tentang
etika pendidik menurut Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi dalam kitab Taisirul
Kholaq.
BAB
III : Berisi
tentang metode penelitian yang meliputi, jenis penelitian, variabel, sumber data,
teknik pengumpulan data, teknik analisis data.
BABA
IV : Berisi
tentang hasil penelitian dan analisis meliputi, profil objek penelitian,
terdiri dari: Biografi Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi dan karya-karya Syaikh
Hafid Hasan Al-Mas’udi; deskripsi data meliputi: isi kitab Taisirul Kholaq,
metode penulisan kitab Taisirul Kholaq, dan analisis etika pendidik menurut
Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi dalam kitab Taisirul Kholaq.
BAB
V : Berisi
penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran.
3. Bagian
akhir yang meliputi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.
BAB II
LANDASAN TEORI
ETIKA PENDIDIK
A.
Kajian Pustaka
Dalam
skripsi ini penulis mengambil beberapa contoh skripsi peneliti terdahulu yang
hampir sama dengan judul yang penulis ambil guna menambah referensi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Skripsi
Ahmad Ridlowi (2010), Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunaan Kalijaga yang
berjudul, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea
Hirata”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang teknik
pengumpulan datanya menggunakan konsep penelitian kepustakaan (library research). Dalam penelitian
tersebut, nilai-nilai Pendidikan Islam yang di urai secara panjang lebar adalah
nilai-nilai Pendidikan Islam dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata
berupa: Pendidikan Keimanan, Pendidikan Syari’ah/ Ibadah, Pendidikan Akhlaq yang meliputi Akhlaq kepada Allah, Akhlaq kepada
diri sendiri, dan Akhlaq kepada sesama manusia.[7]
2. Skripsi
Rahman Khakim, jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008, dengan judul “Kompetensi Kepribadian Guru dalam Pendidikan Islam” (Telaah
Kitab Al-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’an karya Al-Nawawi). Skripsi ini
menelaah tentang konsep kepribadian guru yang ditawarkan oleh al-Nawawi yaitu:
(a) kepribadian yang mantab, stabil dan dewasa, (b) disiplin, arif dan
berwibawa (c) berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi anak didiknya.[8]
3. Skripsi
Faida Rahmawati Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta,2004, dengan judul “Profil Guru Pendidikan Islam yang Ideal
(Studi Tentang Guru Pendidikan Islam di SD Muhamadiyah Condong Catur )”.
Skripsi ini membahas tentang kriteria yang harus dipenuhi untuk mencari profil
guru yang ideal, metode dan strategi yang digunakan dalam mengajar, serta usaha
pihak seekolah untuk meningkatkan kualitas guru PAI guna untuk menunjang kompetensi
personal guru.[9]
B.
Kajian Teori
1.
Etika pendidik
a.
Pengertian
etika pendidik
Etika adalah bagian dari filsafat yang
meliputi hidup baik, menjadi orang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal
yang baik dalam hidup. Pengertian umum etika dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlaq), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlaq, (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau
masyarakat. Dari ketiga pengertian itu dapat dikemukakan bahwa etika adalah
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.[10]
Sedangkan pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi,
Dari pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa
etika pendidik adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan dalam mengatur
tingkah lakunya.
b.
Pendidik
menurut teladan Rosulullah
Nabi Muhammad SAW. adalah panutan terbaik bagi seluruh
umatnya, pada diri beliau senantiasa ditemukan tauladan yang baik serta
kepribadian mulia. Sifat-sifat yang ada pada diri Rasulullah SAW., yakni siddik,
amanah, tabligh dan fathonah. Prilaku Rasululah SAW dalam segala hal adalah
prilaku yang dipastikan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, tetapi justru
prilaku Rasulullah SAW. itulah cerminan isi kandungan al-Qur’an.
Sebaiknya, setiap guru (pendidik) dapat tampil seperti
apa yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW. Dalam proses pendidikan
berarti setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan peserta didiknya.
Teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Meniru sikap Rasulullah SAW.
dalam setiap hal merupakan keharusan bagi segenap umatnya, termasuk bagi para
pendidik atau guru, jika meniru strategi yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
niscaya akan memperoleh keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan.
Allah SWT. berfirman dalam Q.S. Al-Hasyir ; 7
وَمَا
ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا….…
Artinya : “…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…”[11]
Ayat di
atas berkenaan dengan pembagian rampasan perang yang langsung dibagi oleh
Rasulullah SAW. akan tetapi potongan ayat tersebut tidaklah salah jika
dianalogikan dengan hal lain yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah
SAW. telah meninggalkan banyak hal sebagai contoh baik yang dapat dilaksanakan
oleh setiap pendidik.
Dan juga firman Allah dalam Q.S. Al-Ahzab; 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Pada
ayat di atas, Allah SWT. menegaskan kepada manusia bahwa
manusia dapat memperoleh teladan yang baik dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW
adalah sosok manusia yang kuat imannya, pemberani, penyabar, tabah menghadapi
segala macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada segala
ketentuan-ketentuan Allah SWT. dan iapun memiliki ahklak yang sangat mulia,
jika manusia ingin bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia
hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikuti
Nabi Muhammad SAW.
Dalam hal pendidikan Rasulullah SAW. telah memberikan banyak pelajaran bagi para
pendidik berkenaan dengan metode pendidikan, yang bisa di implementasikan oleh
para pendidik di lembaga formal (sekolah) maupun di rumah oleh orang tua yang
memberikan pendidikan pada anak-anaknya.
Seorang pendidik tidak dapat mendidik murid-muridnya
dengan sifat utama kecuali apabila ia memiliki sifat utama dan ia tidak dapat
memperbaiki mereka kecualai apabila ia shalih, karena murid-murid akan
mengambil keteladan darinya lebih banyak dari pada mengambil kata-katanya.[12]
Pada hakekatnya di lembaga pendidikan peserta didik haus akan suri
tauladan, karena sebagian besar hasil pembentukan kepribadian adalah
keteladanan yang diamatinya dari para pendidik. Di rumah, keteladanan akan
diperoleh dari kedua orang tua dan dari orang-orang dewasa yang ada dalam
keluarga tersebut. Sebagai peserta didik, murid-murid secara pasti meyakinkan
semua yang dilihat dan didengarkannya dari cara-cara pendidiknya adalah suatu
kebenaran. Oleh sebab itu para pendidik hendaknya menampilkan akhlak karimah
sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ibnu Khaldun pernah mengutip amanah Umar bin Utbah
yang disampaikan kepada guru yang akan mendidik anak-anaknya sebagai berikut “ sebelum
engkau mendidik dan membina anak-anakku, hendaklah engkau terlbih dahulu
membentuk dan membina dirimu sendiri, karena anak-anakku tertuju dan tertambat
kepamu. Seluruh perbuatanmu itulah baik menurut pendangan mereka. Sedangkan apa
yang engkau hentikan dan tinggalkan, itu pulalah yang salah dan buruk di mata
mereka” (Ihsan, 2003 :158)
2.
Dasar-dasar dan tujuan pendidikan akhlak
a.
Dasar-dasar
pendidikan akhlak
Dasar pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan
al-Hadits, karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran
Islam. Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan
kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak
menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat
manusia. maka selaku umat Islam sebagai penganut Rasulullah SAW sebagai teladan
bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Ahzab/
33: 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فىْ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلا خِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S.
al-Ahzab : 21)[13]
Berdasarkan ayat tersebut di atas dijelaskan
bahwasannya terdapat suri teladan yang baik, yaitu dalam diri Rasulullah SAW
yang telah dibekali akhlak yang mulia dan luhur. Selanjutnya juga dalam Q.S.
Al-Qalam/ 68: 4.
وَاِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمٍ.
Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang luhur”. (Q.S. al-Qalam : 4)[14]
Bahwasannya Nabi Muhammad SAW dalam ayat tersebut
dinilai sebagai seseorang yang berakhlak agung (mulia).
Di dalam hadits juga disebutkan tentang betapa
pentingnya akhlak di dalam kehidupan manusia. Bahkan diutusnya rasul adalah
dalam rangka menyempurnakan akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
bahwa :
عن عبد الله حد ثي أبى
سعيد بن منصور قال : حدثنا عيد العزيز ين محمد عن محمد بن عجلا عن القعقاع بن حكم
عن أبي صالح عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صا.م : انما بعثت لأ تمم صالح
الاخلاق.(رواه احمد)
Artinya : Dari
Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansur berkata : menceritakan Abdul Aziz bin
Muhammad dari Muhammad bin ‘Ijlan dari Qo’qo’ bin Hakim dari Abi Shalih dari
Abi Hurairoh berkata Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Aku hanya diutus
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (H.R.Ahmad)[15]
Berdasarkan hadits tersebut di atas memberikan
pengertian tentang pentingnya pendidikan akhlak dalam kehidupan manusia, di
mana dengan pendidikan akhlak yang diberikan dan disampaikan kepada manusia
tentunya akan menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun
perempuan, memiliki jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar
dan akhlak yang tinggi, mengetahui arti kewajiban dan pelaksanaannya,
menghormati hak-hak manusia, mengetahui perbedaan buruk dan baik, memilih satu
fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela
dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.
b.
Tujuan
pendidikan akhlak
Tujuan pokok dari pendidikan Islam adalah mendidik
budi pekerti dan pembentukan jiwa. Pendidikan yang diberikan kepada anak didik
haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak. Setiap pendidik haruslah
memikirkan akhlak dan memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya
karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang
mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam.
Dalam tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu :
1)
Tujuan
Umum
Menurut
Barnawy Umari, bahwa tujuan pendidikan akhlak secara umum meliputi :
a)
Supaya
dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari
yang buruk, jelek, hina dan tercela.
b)
Supaya
perhubungan kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara
dengan baik dan harmonis.[16]
Menurut Ali Hasan bahwa tujuan pokok akhlak adalah
agar setiap orang berbudi (berakhlak), bertingkah laku (tabiat) berperangai
atau beradat istiadat yang baik atau yang sesuai dengan ajaran Islam.[17]
2)
Tujuan
Khusus
Adapun secara spesifik pendidikan akhlak bertujuan :
a)
Menumbuhkan
pembentukan kebiasaan berakhlak mulia da beradat kebiasaan yang baik
b)
Memantapkan
rasa keagamaan pada siswa, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan
membenci akhlak yang rendah.
c)
Membiasakan
siswa bersikap rela, optimis, percaya diri, emosi, tahan menderita dan sabar.
d) Membimbing siswa ke
arah dikap yang sehat dan dapat membantu mereka berinteraksi sosial yang baik,
mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah,
dan menghargai orang lain.
e)
Membiasakan
siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun di
luar sekolah.
f)
Selalu
tekun beribaah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.[18]
Adapun menurut Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi
menjelaskan tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam Islam adalah
membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan
mulia dalam bertingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan
dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan Islam adalah
pendidikan moral dan akhlak.[19]
Dijelaskan juga menurut Ahmad Amin, bahwasannya tujuan
pendidikan akhlak (etika) bukan hanya mengetahui pandangan atau teori, bahkan
setengah dari tujuan itu adalah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita supaya
membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi
faedah kepada sesama manusia. maka etika itu adalah mendorong kehendak agar
berbuat baik, akan tetapi ia tidak selalu berhasil kalau tidak ditaati oleh
kesucian manusia.[20]
3.
Kompetensi sebagai karakter utama pendidik
a.
Kompetensi
pedagogik
Kompetensi pedagogik
adalah pemahaman guru terhadap peserta didik, perencanaan, pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan sebagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik ini
juga sering dimaknai sebagai kemampuan mengelola pembelajaran. Ini mencakup
konsep kesiapan mengajar, yang ditunjukkan oleh penguasaan pengetahuan dan
keterampilan mengajar. Mengajar merupakan pekerjaan yang kompleks, dan sifatnya
multidimensional (Buchari Alma, 2008:141)
Dalam hal ini, guru
harus menguasai kompetensi pedagogik, diantaranya:
1)
Menguasai
karakteristik peserta didik,dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,
cultural, emosional, dan intelektual
2)
Menguasai
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
3)
Mengembangkan
kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkan
4)
Menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik
5)
Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran
6)
Memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai yang
dimiliki
7)
Berkomunikasi
secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik
8)
Menyelenggarakan
penilaian evaluasi proses dan hasil belajar
9)
Memanfaatkan
hasil penilaian untuk kepentingan pembelajaran
10) Melakukan tindakan
reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.[21]
b.
Kompetensi
kepribadian
Kompetensi kepribadian
dari seorang guru merupakan modal dasar bagi yang bersangkutan dalam
menjalankan tugasnya secara profesional. Kegiatan pendidikan pada dasarnya
merupakan pengkhususan komunikasi personal antara guru dan peserta didik.
Kompetensi kepribadian ini, berupa kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa,
arif, berwibawa, dan akhlak mulia, sehingga dapat menjadi teladan.[22]
Sebagai guru mutlak
memiliki kompetensi kepribadian, diantaranya;
1)
Bertindak
sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia
2)
Menampilkan
diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teldan bagi peserta didik
dan masyarakat
3)
Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
4)
Menunjukan
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri
5)
Menjunjung
tinggi kode etik profesi guru[23]
c.
Kompetensi
profesional
Kompetensi profesional
adalah penguasaan guru atas materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Menurut Wina Sanjaya (2006:145), kompetensi profesional merupakan kompetensi
atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas guru.
Sementara itu
kompetensi profesional yang harus dimiliki guru sebagai berikut;
1)
Menguasai
materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran
yang diajarkan
2)
Menguasai
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diajarkan
3)
Mengembangkan
materi pembelajaran yang diajarkan secara kreatif
4)
Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
d.
Kompetensi
sosial
Menurut Buchari Alma
(2008:142), kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara aktif dengan lingkungan sekolah dan di luar lingkungan
sekolah.[24]
Sementara itu kompetensi sosial yang harus dimiliki guru adala;
1)
Bersikap
inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertinmbangan
jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi
2)
Berkomunikasi
secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua, dan masyarakat
3)
Beradaptasi
di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keagamaan sosial budaya
4)
Berkomunikasi
dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau
bentuk lain.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sistematis dan
teliti dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan baru atau mendapatkan
susunan atau tafsiran baru dari pengetahuan yang telah ada, dimana sikap orang
bertindak ini kritis dan prosedur yang digunakan harus lengkap.[25]
A. Jenis Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kualitatif atau
kajian literatur murni atau disebut juga penelitian pustaka (library
research), metode penelitian
kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya
dilakukan pada kondisi yang alamiah; disebut sebagai metode kualitatif, karena
data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.[26] Yaitu analisis untuk memperoleh data- data yang bersifat
kualitatif yang digambarkan dengan kata- kata atau kalimat terpisah- pisah
menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
B.
Variabel Penelitian
Variabel
penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.[27]
Dalam penelitian ini hanya ada satu variabel (variabel bebas) yaitu etika
seorang pendidik menurut Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi.
C. Sumber Data
Penelitian
ini diambil dari sumber data sebagai berikut :
1.
Sumber
Primer
Sumber primer merupakan sumber pokok yang digunakan dalam penulisan ini yang
relevan dengan pembahasan, sumber ini yaitu kitab Taisirul kholaq, karya
Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi.
2.
Sumber
Sekunder
Sumber sekunder merupakan penunjang yang dijadikan alat
bantu dalam menganalisa terhadap permasalahan yang muncul, sumber ini yaitu
buku-buku karya tokoh-tokoh pendidikan Islam kenamaan dan non Islam, serta
tokoh psikologi yang mendukung pembahasan ini.
D. Teknik Pengumpulan
Data
Dalam
pengumpulan data penulis menggunakan :
1. Metode Historis
Metode ini digunakan untuk membuat rekonstruksi masa
lampau secara sistematis dan obyektif, dengan cara mengumpulkan mengevaluasi
dan mensintetis bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan
yang kuat.[28]
Metode ini digunakan untuk mengungkap biografi dan pemikiran Syaikh Hafid Hasan
Al-Mas’udi.
2. Metode Diskriptif
Metode ini digunakan untuk membuat pencandraan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
atau daerah tertentu.[29]
Dalam hal ini digunakan untuk memaparkan pemikiran Syaikh Hafid Hasan
Al-Mas’udi tentang ilmu akhlaq.
E. Teknik
Analisis Data
Sedangkan dalam menganalisis data selanjutnya
menggunakan :
1.
Metode
Induktif
Metode induktif adalah cara berfikir dari fakta-fakta
yang khusus-khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian khusus dari
fakta-fakta atau generalisasi yang mempunyai sifat umum. [30]
2.
Metode
Deduktif
Metode deduktif adalah cara penyajian yang berangkat
dari hal-hal yang umum untuk ditarik kesimpulan yang lebih khusus atau apa saja
yang dipandang benar pada suatu peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku
juga sebagai hal yang benar pada semua peristiwa termasuk dalam kasus atau
jenis itu.[31]
3.
Metode
Komparatif
Metode ini menurut Dr. Arwani Sudjud menjelaskan yaitu
membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan pandangan orang, group atau
negara terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau ide-ide.[32]
Metode ini digunakan dalam rangka mengkomparasikan pendapat atau pemikiran Syaikh
Hafid Hasan Al-Mas’udi dengan tokoh lain dalam pemikirannya tentang ilmu
akhlaq.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Profil Obyek
Penelitian
1.
Biografi Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi
Nama sebenarnya Hafid Hasan Al-Mas’udi ialah Abu
al-Hasan Ali bin Husayn bin Ali al-Mas’udi atau Abu Hasan Ali bin al-Hasyn bin
Abdulloh al-Ma’udi. Beliau di lahirkan di Baghdad Iraq menjelang akhir abad ke-9M. Beliau
dilaporkan meninggal dunia di Fustat (Mesir) pada tahun 345H/1956M. Pernyataan
ini sama dalam al-Dhahabi dan surat tulisan al-Musabihi yang menyatakan
al-Mas’udi meninggal dunia dalam bulan jumadilakhir 345H. Beliau berketurunan
Arab yaitu keturunan Abdulloh bin Mas’udi seorang sahabat Nabi Muhammad saw.
Hafid Hasan Al-Mas’udi mendapat pendidikan secara
langsung dari orang tuanya. Setelah dewasa, rancangan pertama yang dicadangkan
ialah beralih kepada bidang sejarah dan adat istiadat dan cara hidup setiap
negeri. Beliau mempunyai cita-cita yang tinggi. Atas dasar ingin menjalankan
penyelidikan menyebabkan beliau menceburi bidang pelayaran ke seluruh pelosok
dunia.[33]
2.
Karya-karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi
Syaikh Hafid Hasan Al-Mas;udi merupakam ulama yang
ahli dalam berbagai bidang ilmu, seperti geografi, pelayaran, sampai dalam
bidang ilmu keagamaan. Diantara karya-karyanya dalam bidang akhlak adalah kitab
Taisirul Kholaq, dalam ilmu hadis beliau berhasil menulis sebuah kitab
yang berjudul Minhah al-Mugis, sedangkan kitab Akhbar az-Zaman dan
al-Ausat adalah karyanya dalam bidang sejarah.[34]
Tidak banyak para pendahulu yang mengulas sejarah
Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi, para ahli waris juga sangat sulit untuk dilacak
karena keberadaan penyusun yang tidak memungkinkan melacaknya sampai negara
asal atau tempat dimana beliau berkiprah. Namun sekilas gambaran itu penyusun
kira sudah mewakili, walaupun singkat.
B. Diskripsi data
1.
Kandungan atau Isi Kitab Taisirul Kholaq
Kitab Taisirul kholaq ini merupakan sebuah
kitab yang ringkas dari bagian ilmu akhlak. Kitab ini disusun untuk para
pelajar yang mendalami ilmu-ilmu agama, dan dalam kitab ini juga mengetengahkan
akhlak yang di butuhkan oleh para pelajar pemula. Hafid Hasan Al-Mas’udi
menamakan kitabnya dengan judul “Taisirul Kholaq”[35]
1. KETAKWAAN
Ketakwaan adalah mematuhi perintah-perintah
Allah Azzaa wajalla dan mematuhi larangan-larangan-Nya dalam keadaan sembunyi
maupun terang-terangan.
Maka, ketakwaan tidak terwujud kecuali dengan
menjauhi setiap perbuatan tercela dan mengamalkan setiap perbuatan terpuji.
Ketakwaan adalah jalan yang apabila ditempuh
oleh seseorang, iapun telah mengikuti jalan yang benar. Ketakwaan juga
merupakan tali yang erat, yang apabila seseorang berpegangan padanya, iapun
selamat.
Sebab-sebabnya banyak.
Diantaranya : Manusia harus memperhatikan,
bahwa dia adalah seorang hamba yang hina dan Tuhannya Maha kuat, dan Maha
perkasa. Oleh karena itu, manusia yang hina tiodak patut mendurhakai Tuhan Yang
Maha Perkasa, karena segenap dirinya berada dalam kekuasaan-Nya.
Diantaranya : Manusia harus mengingat kebaikan
Allah kepadanya dalam segala keadaan. Barangsiapa yang demikian keadaannya,
maka tidak patut diingkari nikmat-Nya.
Diantaranya : Manusia harus mengingat kematian,
karena siapa yang meyakini bahwa dia akan mati dan meyakini bahwa di depannya
hanya ada surga dan neraka, maka keyakinan itu mendorongnya untuk mengerjakan
amal-amal baik, yang sesuai dengan kemampuannya.
Termasuk amal-amal yang baik adalah membantu
kaum muslimin dan menunjukan simpati serta kasihg sayang kepada mereka,
terutama apabila mereka pernah berbuat baik kepadanya.
Adapun
buahnya adalah kebahagiaan didunia dan di akhirat.
Kebahagiaan didunia adalah derahat yang tinggi,
nama baik, dan pujian serta memperoleh simpati dari masyarakat, karena
sesungguhnya orang yang bertakwa, diagungkan oleh orang kecil ( awam ) dan
disegani oleh orang-orang terkemuka.
Setiap orang berakalpun menganggapnya lebih
patut diperlakukan dengan kebajikan dan kebaikan.
Sedangkan kebaikan diakhirat adalah keselamatan
dari api neraka dan keberuntungan dengan masuk surga.[36]
Cukuplah kemuliaan bagi orang-orang bertakwa,
bahwa Allah berfirman mengenai mereka :
ان الله
مع الذين التقوا والذين هم محسنون
“sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. “ ( Q.S. An-Nahl:128 )
2. ADAB-ADAB
PENGAJAR
Pengajar adalah penunjuk jalan bagi murid untuk
mencapai kesempurnaan dengan memberinya ilmu dan pengetahuan.
Oleh karena itu, disyaratkan bahwa pengajar
harus mempunyai sifat-sifat terpuji, karena jiwa murid adalah lemah bila
dibandingkan dengan jiwa pengajar.
Maka, apabila pengajar memiliki sifat-sifat
sempurna, maka murid yang mengikuti petunjuk demikian pula.
Jika begitu, dia harus seorang yang bertakwa,
rendah hati dan ramah tamah, supaya dicintai oleh murid-murid hingga mendapat
faedah darinya. Hendaklah dia seorang
yang pemaaf dan berwibawa, supaya dijadikan teladan dan menampakan kasih sayang
kepada para murid, supaya mereka bersemangan besar untuk menerima pelajarannya.
Hendakalah dia menasihati dan mendidik mereka dengan pendidikan yang baik.
Janganlah dia memaksakan kepada mereka
arti-arti kata yang sulit mereka pahami.[37]
3. ADAB-ADAB
PELAJAR
Pelajar mempunyai adab-adab untuk dirinya dan
terhadap gurunya serta terhadap saudara-saudaranya.
Adab-adab untuk dirinya adalah banyak.
Diantaranya : tidak bersikap sombong.
Diantaranya : bersikap tawadhu’ ( rendah
diri ) dan jujur, supaya dicintai dan dipercaya oleh orang-orang.
Diantaranya : dia harus berjalan dengan tenang,
menjauhkan pandangannya dari segala sesuatu yang diharamkan, dan harus bersikap
jujur atas ilmu yang diajarkan kepadanya.
Maka,
dia tidak boleh menjawab dengan sesuatu yang tidak diketahuinya.
Adapun adab-adab terhadap gurunya, antara lain
dia harus meyakini, bahwa jasa guru lebih besar daripada jasa kedua orang
tuanya, karena guru mendidik jiwanya.
Diantaranya : Dia harus tunduk didepannya dan
duduk dengan dengan sopan mengahadapi pelajarannya serta mendengarkan perkataan
yang diucapkannya.
Diantaranya : Tidak bergurau dan tidak memuji
ulama lain dihadapannya, supaya gurunya tidak salah paham bahwa dia mencelanya.
Diantaranya : Dia tidak boleh malu bertanya
tentang sesuatu yang tidak diketahuinya.
Adapun
adab-adab terhadap temannya :
Diantaranya : Menghormati mereka dan tidak
menghina salah seorang dari mereka serta tidak menganggap dirinya lebih tinggi
dari mereka.
Diantaranya : Dia tidak boleh mengejek salah
seorang dari mereka yang lamabat pemahamannya dan tidak boleh gembira bila guru
menegur salah seorang teman yang melakukan kesalahan, karena kedua perbuatan
itu bisa menimbulkan kebencian dan permusuhan.[38]
4. HAK-HAK
KEDUA ORANG TUA
Ayah dan Ibu : Keduanya adalah penyebab
keberadaan manusia. Kalau bukan karena penderitaan yang mereka rasakan,niscaya
dia tidak beristirahat. Dan kalau bukan karena penederitaan yang dirasakan
keduanya, niscaya dia tidak merasa senang.
Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah
dan melahirkannya dengan susah apayah pula.
Ayahnya telah mencurahkan segenap kemampuannya
untuk menghasilkan manfaat baginya, dan pemeliharaan jasmani dan rohaninya.
Maka, manusia wajib mengingat nikmat yang
diberikan kedua orang tua untuk mensyukurinya.
Dia harus mematuhi perintah keduanya, kecuali
bila meenyuruh melakukan maksiat. Hendaklah dia duduk bersama kedua orang
tuanyadengan tunduk dan tidak memperhatikan kekeliruan mereka serta tidak
mengganggu keduanya, walaupun dengan mengucapkan perkataan “hus”. Janganlah
suka membantah kedua orang tuanya dan tidak berjalan didepan keduanya, kecuali
dalam keadaan melayani mereka.
Hendaklah dia mendoakan kedua orang tuanya,
agar keduanya diberi rahmat dan ampunan; dan hendaklah menyuruh keduanya
berbuat baik dan melarang keduanya melakukan perbuatan mungkar, supaya bisa
menyelamatkan keduanya dari api neraka, sebagaimana keduanya telah menyebabkan
keberadaannya.
Allah ta’ala berfirman :
وقضى ربك الا تعبدوا الا اياه و باالوالدين احسنا اما
يبلغن عندك الكبر احدهما او كلاهما فلا تقل لهما اف ولا تنهر هما وقل لهما قولا
كريما 0 واخفض لهما جناح الذل من الرحمة و قل رب ارحمهما كما ربيانى صغيرا 0
“Dan Tuhanmu telah
memerintahkan, supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu
berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
keduanya atau kedua-duanya sampai berunmur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka telah mendidik aku sewaktu aku kecil.” ( Q.S. Al-israa’ : 23-24 )
Disamping itu hendaklah dia mengkhususkan ibu
dengan tambahan kebajikan, berdasarkan sabda Nabi SAW ; “kewajiban anak
berbakti kepada ibu adalah dua kali lipat berbakti kepada ayah.”[39]
5. HAK-HAK KERABAT
Kerabat manusia adalah mereka yang mempunyai
hubungan kekeluargaan dengannya.
Allah ta’ala telah menyuruh menyambung hubungan
kekeluargaan dan melarang memutuskannya.
Nabi saw. Bersabda: “ Allah ta’ala berfirman (
dalam hadist Qudsi ): ‘ aku adalah Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha
Pengasih )dan inilah Ar-Rahim (Sanak keluarga). Aku mengambil darinya
salah satu nama-Ku. Maka, siapa yang menyambungkannya, Aku pun menyambung
hubungan dengannya. Dan siapa yang memutuskannya, Aku pun memutus hubungan
dengannya.’ ”.
Oleh karena itu manusia harus memperhatikan
hak-hak mereka dan menunaikannya. Maka, mereka tidak boleh mengganggu seseorang
dari mereka dengan suatu perbuatan atau perkataan.
Hendaklah mereka bersikap rendah hati kepada
mereka dan menahan gangguan mereka, walaupun mereka berbuat aniaya kepadanya.
Hendaklah dia bertanya tentang orang yang tidak hadir diantara mereka.
Hendaklah dia membantu mereka untuk memperoleh
kebutuhan-kebutuhan mereka, jika dia mampu.
Hendaklah pula dia mencegah bahaya dari mereka
sedapat mungkin. Bilamana mereka tidak membutuhkan sesuatu, hendaklah dia
sering mengunjungi mereka.[40]
,
6. HAK-HAK
PARA TETANGGA
Tetangga ialah orang yang rumahnya berada
didekatmu hingga 40 rumah disetiap sisi.
Ia
mempunyai hak-hak kepadamu :
Diantaranya : Hendaklah kamu mendahului memberi
salam dan berbuat baik kepadanya.
Kamu memberi dia imbalan atas kebaikannya,
apabila dia lebih dahulu melakukannya kepadamu.
Kamu memberikannya hak-hak keuangannya yang ada
padamu. Kamu jenguk dia apabila dia sakit, kamu beri dia ucapan selamat bila
gembira dan kamu hibur dia bila mengalami musibah.
Janganlah memandang dengan sengaja kepada
wanita-wanitanya,walaupun mereka adalah pelayannya.
Hendaklah kamu tutupi kejelekannya dan
menyingkirkan gangguan darinya sedapat mungkin serta menghadapinya dengan wajah
ceria dan penghormatan.
Nabi saw bersabda : “barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tetangganya.” ( Arbain nawawi : 44 )
Diriwayatkan dari Aisyah R.a., dari Nabi saw.,
beliau bersabda : “ Jibril senantiasa berwasiat kepadaku mengenai tetangga,
hingga aku mengira dia akan menjadikannya pewaris.”[41]
7. ADAB-ADAB
PERGAULAN
Adab-adabnya banyak : Diantaranya, menampakan
wajah ceria, ramah tamah, mendengarkan pembicaraan teman, bersikap tenang tanpa
sombong, diam ketika teman bergurau, memaafkan kesalahan, suka menolong, tidak
membanggakan kedudukan dan kekayaan, karena hal itu bisa menyebabkan kehinaan
dalam pandangan orang banyak.
Diantaranya : Menyembunyikan rahasia, karena
tidak ada harganya orang yang tidak bisa menyembunyikan rahasia.
Penyair berkata :
“
Apabila manusia tidak menjaga tiga perkara, maka juallah ia walaupun dengan
segenggam abu. Kesetiaan kepada teman dan memberikan harta, serta menyimpan
rahasia didalam hati.”[42]
8. KERUKUNAN
Kerukunan adalah rasa senang dengan orang-orang
lain dan gembira berjumpa dengan mereka. Sebab-sebabnya ada lima:
Pertama : Agama.
Karena sesungguhnya kesempurnaan iman menimulkan kasih sayang
Kedua : Nasab.
Karena sesungguhnya manusia menyayangi para kerabatnya dan menunjukan kecintaan
kepada mereka serta mencegah gangguang dari mereka, sebagaimana dikatakan Nabi
saw., : “ Sesungguhnya hubungan kerabat itu apabila mendekat, akan timbul
saling menyayangi.”
Ketiga : hubungan
perkawaninan. Karena apabila manusia mencintai istrinya, diapun mencintai
setiap orang yang berhubungan nasab dengannya.
Khalid Bin Yazid bin Mu’awiyah berkata : “
Makhluk Allah yang paliung kubenci adalah keluarga Az-Zubair, hingga aku
mangawini wanita salah seorang dari mereka. Maka merekapun menjadi makhluk
Allah yang paling kucintai.”
Keempat : Kebajikan
yaitu berbuat baik kepada orang-orang.
Penyair
berkata :
“
Berbuatlah baik kepada orang-orang niscaya kamu tundukan hati mereka,
Maka,
sering terjadi manusia ditundukkan oleh perlakuan baik. “
Kelima :
Persaudaraan. Sebagaimana Rasulullah saw. Mempersaudarakan antara kaum
Muhajirin dan kaum Anshar, supaya ikatan mereka menjadi kuat dan kerukunan
mereka bertambah.
Keutamaan dari kerukunan adalah memberi dan
mengambil faedah, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan ketakwaan.
Dengan itu semua kedaan menjadi baik dan segala urusan menjadi beres.[43]
Allah ta’ala berfirman : “
واعتصموا
بحبل الله جميعا ولا تفرقوا.......
Dan berpeganglah kamu sekalian pada tali Allah
dan jangan bercerai-cerai.”
9. PERSAUDARAAN
Persaudaraan adalah ikatan antara dua orang
yang terjalin cinta kasih antara keduanya.
Maka, diminta dari masing-masing untuk saling
menolong dengan harta atau jiwa, memaafkan kesalahan, bersikap ikhlas, setia,
meringankan sesamanya, tidak memaksanya untuk berbuat sesuatu, tidak
mengucapkan perkataan yang mengganggu, dan berbicara tentang segala sesuatu
yang diridhai syarak dan diterima agama.
Maka, dia menyuruhnya berbuat yang baik dan
melarangnya berbuat yang mungkar serta mendoakannya, agar berada dalam keadaan
yang baik dan selalu menempuh jalan yang benar.
Keutamaan persaudaraan adalah besar, karena
persaudaraan mendorong manusia untuk berperilaku baik dan mempersatukan
diantara hati sesama manusia.
Dengan persaudaraan hubungan kekeluargaan dapat
diperbaiki dan Allah menjadikannya sebagai buah ketakwaan.[44]
Maka Allah swt. Berfirman :
فاتقوا
الله و اصلحوا ذا ت بينكم........
“ Maka, bertakwalah
kamu sekalian kepada Allah dan damaikanlah orang yang berselisih diantara
kamu.”
10. ADAB-ADAB
MAJELIS
Barangsiapa yang mendatangi majelis, dia harus
memberi salam lebih dahulu kepada para hadirin dan duduk dimana majelis itu
berakhir.
Dia harus menghindari perkataan-perkataan kaum
awam yang kosong dari faedah.
Dia harus mengubah kemungkaran dengan
tangannya. Jika tidak mampu, maka boleh mengubahnya dengan lisannya. Jika tidak
mampu, maka cukuplah mengingkarinya dengan hatinya. Selain itu hendaklah
berdirilah dari majelis, bilamana tidak ada keperluan mendesak baginya untuk
tinggal disitu.
Dia tidak boleh menghina seseorang yang duduk
disitu, karena barangkali dia lebih baik darinya disisi Allah.
Dia tidak boleh pula mengagungkan seseorang
karena hartanya, karena hal itu bisa melemahkan agama dan menjatuhkan harga
diri. Jika berada dijalan, hendaklah dia menundukan pandangannya, menolong
orang yang teraniaya dan orang yang lemah, membimbing orang yang tersesat dan
menjawab salam kepada orang yang memulainya serta memberi sedekah kepada
pengemis.
Hendaklah dia duduk dengan tenang ditempat duduknya,
karena hal itu lebih mendorong orang lain utuk menghormatinya dan memperhatikan
dirinya.[45]
11. ADAB-ADAB
MAKAN
Adab-adab sebelum makan adalah membasuh kedua
tangan dan meletakan makanan diatas suprah dilantai, duduk dan berniat
takwa dengan melakukan ibadah.
Janganlah dia makan sampai kenyang. Hendaklah
dia puas dengan makanan yang ada dan tidak mencelanya serta mengajak orang lain
untuk makan bersamanya.
Adab disaat makan adalah memulai dengan ucapan
basmalah yang keras, supaya bisa mengingatkan yang lainnya. Makan dengan tangan
kanan, mengecilkan makanan dan mengunyahnya dengan baik, tidak mengulurkan
tangannya ke makanan yang lainnya, sebelum selesai memakannya.
Makanlah dari makanan yang ada didepannya,
kecuali buah-buahan. Janganlah meniup pada makanan dan jangan memotongnya
dengan pisau serta jangan mengusap tangan dengannya.
Janganlah dia mengumpulkan kurma dengan bijinya
dalam satu wadah dan jangan minum air, kecuali bila membutuhkannya.
Adab sesudah makan adalah berdiri sebelum
kekenyangan, mencuci kedua tangan sesudah menjilatnya dan memungut sisa makanan
yang tercecer serta mengucapkan Alhamdulillah.[46]
12. ADAB-ADAB
MINUM
Adab-adabnya banyak, diantaranya : Memegang
gelas dengan tangan kanan dan melihat kedalamnya sebelum minum, menyebut nama
Allah, duduk dan mengisap air, karena meneguknya sekaligus adalah membahayakan
hati.
Nabi saw. Bersabda : “ isaplah air dengan
isapan, dan jangan meneguknya sekaligus.“
Diantaranya : Minum dalam tiga nafas. Hendaklah
menyebut nama Alllah dalam setiap nafas dan mengucapkan Alhamdulillah pada
akhirnya, tidak menarik nafas di dalam gelas dan tidak bersendawa didalamnya.
Apabila dia minum dan ingin memberi minum orang
lain, maka hendaklah dia mendahulukan orang yang berada disebelah kanannya
sebelum orang yang berada disebelah kirinya, meskipun oarng yang yang disebelah
kirinya lebih utama dari orang yang berada disebelah kanannya. Karena Nabi saw.
memberi minum seorang dusun yang duduk disebelah kanannya sebelum Abu Bakar dan
Umar r.a. Beliau bersabda : “ Yang sebelah kanan, lalu yang sebelah kanan.”[47]
13. ADAB-ADAB
TIDUR
Adab-adabnya adalah bersuci dari hadas dan
tidur diatas sisinya yang bagian kanan sambil menghadap kiblat dan meniatkan
tidurnya untuk beristirahat, supaya badannya menjadi kuat untuk beribadah.
Disamping itu menyebut nama Allah Ta’ala ketika
hendak tidur dan bangun dari tidur.
Adalah Nabi saw. apabila hendak tidur diwaktu
malam hari, beliau meletakan tangannya dibawah pipinya.
Kemudian beliau berdoa : اللهم بسمك احي و اموت“
( Ya Allah, dengan menyebut Nama-Mu aku hidup dan aku mati ).”
Apabila bangun beliau mengucapkan : الحمد لله الذى احينا بعد ما اماتنا و اليه النشور ( Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah
mematikan kami dan kepada-Nya kami dibangkitkan ).[48]
14. ADAB-ADAB
DI DALAM MASJID
Masjid adalah rumah Allah. Barangsiapa hatinya
bergantung pada mesjid, maka Allah menaunginya dalam naungan-Nya pada hari
kiamat, sebagaimana disebutkan dalam hadist. Maka seorang muslim diminta
berjalan kemesjid dengan kerinduan disertai ketenangan dan kewibawaan.
Hendaklah dia masuk dengan mendahulukan kaki
kanannya sambil membersihkan kedua sandalnya di luarnya, kemudian ucapkanlah
diwaktu masuk : “اللهم افتح لى ابوب رحمتك
“( Ya
Allah bukalah bagiku pintu-pintu Rahmat-Mu )
Kemudian, hendaklah dia mengerjakan salat
tahiyat mesjid dan mengucapkan salam, meskipun mesjidnya kosong dari manusia.
Karena, mesjid itu tidak kososng dari setan dan malaikat.
Hendaklah dia duduk ddengan niat takarub dan
memeperhatikan Allah Ta’ala serta banyak berdzikir, menahan nafsu dari berbagai
keinginan dan menjauhi pertengkaran.
Janganlah dia berpindah dari tempatnya, kecuali
untuk suatu keperluan.
Janganlah dia mencari barang hilang dan jangan
mengeraskan suaranya dihadapan orang-orang yang sedang shalat.
Janganlah dia lewat didepan mereka dan jangan
menyibukan diri dengan suatu perbuatan serta jangan berbicara tentang urusan
dunia, supaya selamat dari ancaman yang terdapat dalam sabda Nabi saw.
“ akan muncul diakhir zaman orang-orang dari
umatku. Mereka mendatangi mesjid-mesjid dan duduk disitu dalam bentuk
lingkaran. Mereka hanya membicarakan urusan dunia dan mencintai dunia.
Janganlah kamu duduk dengan mereka. Allah tidak
mempunyai keperluan dengan mereka. “
Apabila hendak keluar dari mesjid, hendaklah
dia memulai dari kaki kirinya dan meletakannya diatas punggung sandalnya,
kemudian memakai sandalnya yang kanan lebih dulu dan mengucapkan ketika keluar
: اللهم
انى اسالك من فضلك , (
Ya allah, aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu )
Nabi saw. bersabda : Allah Ta’ala berfirman : “
Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi adalah Mesjid-mesjid dan tamu-tamu-Ku
disitu ialah orang-orang yang shalat di dalamnya. Maka beruntunglah orang
bersuci didalamnya, kemudian mengunjungi-Ku di rumah-Ku. Adalah wajib bagi tuan
rumah untuk menghormati tamunya.”
Diriwayatkan dari Anas r.a. : “ Barangsiapa
menyalakan lampu didalam masjid, maka para malaikat dan pemikul Arsy,
senantiasa memohonkan ampun baginya, selama cahanya masih ada di mesjid itu.”[49]
15. KEBERSIHAN
Ketahuilah, bahwa kebersihan badan, baju dan
tempat itu dituntut oleh syara’.
Maka
manusia harus membersihkan badannya, memelihara rambut kepalanya dengan
menyisir dan meminyakinya, mencuci kedua telinga dan mengusapnya, berkumur,
bersiwak, menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya serta membersihkan
kuku-kukunya dengan mencuci kotoran yang ada di bawahnya.
Adalah Nabi saw. meminyaki kepalanya dan
menyisir rambutnya.
Dia patut pula membersihkan bajunya dengan
menggunakan air saja atau memakai sabun
jika perlu.
Diapun patut membersihkan tempatnya. Hal itu
disebabkan kebersihan dapat memelihara kesehatan dan menghilangkan kesusahan
serta menimbulkan kegembiraan, menyenangkan teman dan menampakkan nikmat Allah
Ta’ala.[50]
Allah Azza wa Jalla berfirman : “
فاما بنعمة ربك فحدث
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah
kamu menyebut-nyebutnya ( dengan bersyukur ).”
16. KEJUJURAN
DAN KEBOHONGAN
Kejujuran adalah mengabarkaan sesuatu sesuai
dengan kenyataannya.
Kebohongan adalah mengabarkan sesuatu yang
tidak sesuai dengan kenyataannya.
Sebab-sebab kejujuran adalah akal, agama dan
harga diri, karena akal bisa memahami manfaat kejujuran dan bahaya dusta. Maka
pelakunya tidak menyukai bahaya untuk dirinya, sehingga dia selalu berkata
jujur, karena agama menyuruhnya berkata jujur dan melarang kebalikannya.
Begitu pula pemilik harga diri, tidak menyukai
untuk dirinya selain kejujuran, karena dia ingin berhias dengan semua sifat
baik, sedangkan tiadaa keindahan dalam dusta.
Penyebab dusta adalah keinginan untuk
mendatnagkan manfaat dan keinginan untuk menolak bahaya, karena manusia
terkadang melihat keselamatan yang cepat dalam dusta sehingga dia melakukannya.
Terkadang juga dia melihat kebalikannya dalam
kejujuran, sehingga dia tidak melakukannya.
Bahaya dusta kembali kepada pelakunya, hingga
dia dihinakan dan hilang kepercayaan padanya. Dia dilecehkan di dunia dan
dihukum diakhirat.
Juga kembali kepada selain pelakuknya, karena
pendusta menjanjikan kebaikan pada orang lain, kemudian mengingkarinya, hingga dia merasa kecewa harapannya sia-sia.
Karena hal itu bisa menimbulkan ghibah dan
namimah, sehingga menyebabkan orang-orang saling membenci dan saling memusuhi.
Cukuplah sebagai celaan atas perkataan dusta,
yaitu firman Allah Ta’ala :
انما يفترى الكذب الذين لا يؤمن بآيت
الله..........
“ Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang
tidak beriman kepada ayat-ayat Allah.” (
Q.S. An-Nahl : 105 )
Sedangkan sabda Nabi saw. : “ Apabila hamba
berdusta sekali, maka malaikat menjauh darinya satu mil lantaran bau busuk yang
dibawanya .”
Cukuplah sebagai pujian atas kejujuran, yaitu
firman Allah Ta’ala :
ياايها الذين آمنوا اتقواالله وكونوا مع
الصادقين
“ Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar (jujur).” (
Q.S. At-taubah : 119 )
Adapun sabda Nabi saw. “ Utamakanlah perkataan yang benar
(jujur), walaupun kamu melihat bahwa didalamnyaa ada kebinasaan, karena
sesungguhnya disitu terdapat keselamatan.”[51]
17. AMANAT
Amanat adalah menunaikan hak-hak Allah Ta’ala
dan hak-hak para hamba-Nya.
Denngan amanat agama menjadi sempurna dan
kehormatan terlindung serta harta benda terjaga. Karena menunaikan hak-hak
Allah berarti melakukan perbuatan-perbuatan yang di larang. Penunaian hak-hak
para hamba-Nya berati mengembalikan barang-barang titipan, tidak mengurangi
takaran, timbangan atau sukatan dan tidak suka menyiarkan rahasia dan kejelekan
orang lain. Selain itu, dia memilih bagi dirinya apa yang lebih baik baginya
dalam urusan agama dan dunia.
Allah Ta’ala berfirman :
ان الله يآمركم ان تؤدوا الامانت الى
اهلها..........
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikaan amanat kepada yang berhak menerimanya.”( Q.S. An-Nisaa : 58 )
Nabi saw.
bersabda : “ Tiada iman bagi orang yang tidak memelihara amanat dan
tiada iman bagi orang yang tidak menepati janji.”
Kebalikan amanat adalah khianat. Yaitu
melanngar kebenaran dengan menyalahi janji dalam keadaan sembunyi.
Bahayanya banyak. Diantaranya : Pelakunya
disifati sebagai curang, agamanya berkurag, semangatnya merosot dan jiwanya
rendah.
Diantaranya : Orang-orang menjauhinya, karena
dia berbuat buruk kepada mereka dan tangannya di potong bila dia mencuri dari
mereka. Karena Allah membenci dan menyiksanya, lantaran dia tidak
memeperdulikan apa yang diwajibkan Allah atasnya.[52]
Allah Ta’ala berfirman :
“ Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menkhianati Allah dan Rasul ( Muhammad
) dan ( juga ) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanta yang dipercayakan
kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” ( Q.S.Al-Anfaal : 27 )
18. KESUCIAN
DIRI
Yang dimaksud dengannya adalah sifat yang
mencegah diri dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan hawa nafsu yang rendah.
Sifat ini adalah sifat termulia dan sifat
tertinggi. Dari sifat itu berkembang banyak sifat utama. Misalnya : kesabaran,
qana’ah ( menerima apa adanya ), kedermawanan, suka damai, warak ( berhati-hati
anatara halal dan haram ), kewibawaan, rasa sayang dan rasa malu.
Sifat ini dalah harta bagi orang yang tidak
berhartaa dan mahkota bagi orang yang tidak mempunyai kemuliaan.
Penyebabnya adalah tidak adanya ketamakan dan
tiadanya keserakahan dalam mencari harta dan rasa puas dengan apa yang memang
dibutuhkannya.
Allah Ta’ala berfirman : “ Orang yang tidak
tahu menyangka mereka orang kaya, karena memelihara diri dari meminta-minta.” ( Q.S. Al-Baqarah : 273 )
Rasulullah saw.
bersabda : “ Beruntunglah orang yang mendapat petunjuk hingga masuk
islam dan penghidupannya pas-pasan dan menerima apa yang ada.”[53]
19. MURUAH (
BUDI LUHUR )
Sifat ini adalh sifat yang mendorong untuk
berperang pada sifat budi pekerti yang mulia dan kebisaan-kebiasan yang baik.
Penyebabnya adalah semangat yang tinggi dan
jiwa yang mulia, karena orang yang bersemangat tinggi dan berjiwa mulia,
tujuannya adalah memiliki sifat-sifat luhur dan mencapai sifat-sifat utama,
memiliki budi pekerti mulia, bersikap murah hati dan mencegah gangguan.
Budi luhur adalah tanda kesucian, kebersighan
dan pemeliharaan diri.
Oleh karena itu, orang yang mempunyai budi
luhur adalah seorrang yang bertakwa, jauh dari sifat tamak, rela dengan apa
yang diberikan Allah baginya tanpa mengharapkan milik orang lain.
Termasuk yang menunjukan pujian atas sifat muruah
( budi pekerti ) adalah sabda Nabi saw :
“ Sesungguhnya
Allah menyukai sifat-sifat yang luhur dan yang paling mulia.”[54]
20. SIFAT
PEMAAF
Sifat pemaaf mendorong pemiliknya untuk tidak
membalas dendam kepada orang yang mebuatnya marah, meskipun dia mampu untuk melakukan
itu.
Penyebabnya adalah kasih sayang kepada
orang-orang yang bodoh, menghindari saling memaki, merasa malu terhadap balasan
dari jawaban, bermurah hati pada pelaku kejahatan, memlihara nikmat yang lau
atau melakukan tipu daya dan menunggu kesempatan.
Hal itu disebabkan menhindari saling memaki
termasuk kemuliaan jiwa dan semangat yang tinggi, sedangkan rasa malu termasuk
pemeliharaan diri dan kesempurnaan harga diri, dan pemeliharaan nikmat yang
lalu termasuk kesetiaan. Sedangkan tipu daya dan menunggu kesempatan termasuk
kelicikan, karena siapa yang tampak kemarahannya, sedikitlah tipu dayanya.
Nabi saw. bersabda mengenai pujian atas orang
yang mempunyai sifat pemaaf :
“ Sesungguhnya Allah mencintai orang yang
pemalu dan pemaaf serta membenci orang yang berkata keji dan berkata kotor. “[55]
21. KEDERMAWANAN
Kedermawanan adalah memberikan harta tanpa
diminta dan tanpa mempunyai hak.
Perbuatan ini adalah suatu perbuatan utama yang
dianjurkan dan perilaku terpuji, karena didalamnya terdapat ikatan hati sesama
manusia dan kesatuannya.
Maka, pemanfaatannya menjadi besar dan merata
kepada semua orang. Adalah Nabi saw. memberi suatu pemberian sebagi orang yang
tidak takut miskin.
Dalam hadis Jibril berkata : Allah Ta’ala
berfirman : “Ini adalah agama yang aku ridhai untuk diri-Ku an tidak ada
yang memperbaikinya, kecuali kedermawanan dan kelakuan baik. Maka muliakanlah
agama ini dengan keduanya, sesuai kemampuanmu. “[56]
22. TAWADHU’
( RENDAH DIRI )
Tawadhu’ adalah sikap merrendahkan diri dan
ramah tamah tanpa merasa hina dan rendah.
Yang dimaksud dengannya adalah memberikan
kepada setiap yang berhak apa yang menjadi haknya.
Sikap tawadhu’ tidak mengangkat orang yang hina
dari derajatny dan tidak menurunkan orang yang mulia dari kedudukannya.
Sikap tawadhu’ adalah penyebab ketinggian
derajat dan faktor penyebab kemuliaan.
Nabi saw. bersabda : “ Barangsiapa
merendahkan diri karena Allah. Diapun akan mengangkat derajatnya .”[57]
23. KEMULIAAN
DIRI
Kemuliaan diri adalah sifat dengan mana manusia
menjadikan dirinya dalam derajat yang tinggi dan kedudukan terhormat.
Penyebabnya adalah karena manusia mengetahui
siapa dirinya.
Buahnya adalah bertahan dan bersabar dalam
menghadapi kesulitan hidup dan tidak menampakan kebutuhan, menghormati dirinya
dan perlakukan baik dari Alllah kepadanya.
Allah Ta’ala berfirman : “ Kemuliaan itu
hanya bagi Allah dan Rasul-Nya serta bagi orang-orang mukmin.” ( Q.S. Al-mu’minun : 8 )
Nabi saw. bersabda : “ Semoga Allah
merahmati manusia yang mengetahui harga dirinya.”
24. DENDAM
Dendam adalah menyembunyikan niat jahat dan
keinginginan kuat untuk mengganggu.
Penyebabnya adalah amarah dan diikuti oleh
delapan perkara yang diharamkan, yaitu kedengkian orang yang menjadi sasaran
dendam, kegembiraan atas musibah yang menimpanya, memutus hubungan dengannya,
meskipun dia bersimpati kepadanya, berpaling darinya dengan meremehkannya,
berkata keji tentang dirinya, misalnya menggunjingnya, menyiarkaan rahasianya
dan menirunya dengan maksud mengejeknya, mengganngunya dengan sesuatu yang
menyakiti badannya, mencegahnya dari haknya, misalnya tidak melunasi utangnya.
Termasuk dalil yang menunjukan celaan atas
sifat dendam adalah sabda Nabi saw. : “ Orang mukmin bukan seorang
pendendam.”[58]
25. DENGKI
Dengki adalah mengharap hilangnya nikmat dari
orang lain. Adapun mengharap seperti yang dimiliki orang lain, maka hal itu
dinamakan iri hati dan tidak tercela, tetapi dianjurkan.
Karena rasa iri itu penyebab untuk menghasilkan
sifat-sifat terpuji.
Oleh karena itu, Nabi saw. Bersabda: “orang
mukmin itu hanya iri, sedangkan orang munafik adalah mendengki.”
Penyebab iri hati ada tiga:
Pertama:
Membenci orang yang menjadi sasaran dengki, karena dia memiliki sifat baik atau
nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
Kedua: Ada
keunggulan dari orang yang menjadi sasaran dengki dalam suatu hal, sehingga
tidak dapat dicapai oleh orang yang dengki.
Ketiga: Kekikiran
orang yang dengki untuk memberikan kebaikan-kebaikan, sehingga dia dengki
kepada setiap orang yang memperoleh kebaikan.
Yang menghilangkan sifat dengki dari dalam hati
adalah berpegang teguh pada agama dan memperhatikan bahaya yang ditimbulkan
oleh sifat dengki serta ridha dengan qadha dan qadar.
Hadits yang mencela sifat dengki adalah sabda
Nabi saw: “kedengkian itu memakan kebaikan, seperti api yang memakan kayu.”
26. GHIBAH
(PERGUNJINGAN)
Ghibah adalah menyebut sifat yang tidak engkau
sukai pada saudaramu, walaupun dimukanya.
Seperti perkataanmu: Si Fulan pincang, fasik,
miskin, atau pendek bajunya dengan maksud menghinanya.
Penyebabnya ada delapan perkara yaitu: rasa
dengki, melampiaskan kejengkelan, ingin mengungguli, keinginan untuk
menghalangi orang yang diganggu dari mencapai tujuannya, tujuan untuk
membersihkan diri, mengambil hati teman-teman, bergurau atau mengejek.
Bukanlah termasuk ghibah, celaan terhadap orang
yang berbuat tidak sebagaimana mestinya dan membimbingnya kepada perbuatan yang
menimbulkan maslahat padanya. Karena allah Azza wa Jalla tidak melarang
nasihat, tetapi melarang ghibah dan sangat mencelanya.[59]
Maka Allah berfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Adakah salah seorang diantara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik padanya.” (Q.S.
Al-Hujarat: 12)
27. NAMIMAH
(MENGADU DOMBA)
Namimah adalah menceritakan perkataan orang
lain, perbuatan atau keadaannya kepada orang lain dengan tujuan merusak.
Penyebabnya, bisa karena ingin berbuat jahat
terhadap orang yang diceritakannya atau menunjukan cinta terhadap orang yang
menerima cerita itu darinya atau berbicara yang tidak perlu.
Yang mencegah manusia dari namimah adalah
pengetahuannya, bahwa namimah itu menyebabkan pemutusan hubungan dan menyalakan
api permusuhan serta menyebabkan hukuman.
Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya yang
paling dicintai Allah diantara kamu adalah orang-orang yang mencintai orang
lain dan dicintai oleh orang lain. Dan yang paling dibenci Allah diantara kamu
ialah orang yang suka berkeliling melakukan namimah dan memecah belah diantara
sesama saudara.”
Nabi saw. bersabda: “Tidaklah masuk surga
orang yang suka melakukan namimah.”[60]
28. KESOMBONGAN
Kesombongan adalah menganggap diri besar dan
menilai dirinya lebih tinggi dari pada orang lain.
Kejelekannya banya. Diantranya: dia mengganggu
orang lain, memutuskan tali cinta, memecah-belah dintara sesama manusia dan menyebabkan
orang-orang membenci temannya serta persekongkolan mereka untuk mengganggunya.
Diantaranya lagi: pemilik sifat ini tidak
tunduk pada kebenaran dan tidak menahan amarah serta tidak bersikap lemah
lembut ketika memberi nasihat.
Cukuplah keterangannya, bahwa kesombongan
adalah tercela, yaitu sabda Nabi saw. : “Tidak masuk surga orang yang
didalam hatinya terdapat kesombongan sebesar atom.”
Barang siapa mengetahui, bahwa dia diciptakan
dari setetes air mani dan akan berakhir menjadi bangkai, maka mudahlah baginya
meninggalkan kesombongan yang penyebabnya adalah kebanggaan diri. [61]
29. GHURUR
Ghurur adalah ketenangan jiwa pada sesuatu yang
cocok dengan hawa nafsunya dan tabiat condong padanya dengan sebab syubhat
syaitaniyah.
Ghurur ada dua macam, pertama : Ghurur orang-orang kafir
yang menukar akhirat dengan kehidupan dunia.
Diantara mereka ada yang condong pada dunia dan
kenikmatannya serta mengingkari kebangkitan.
Diantara mereka lagi ada yang terperdaya oleh
kepemimpinanya di dunia, lalu menyangka bahwa dia lebih patut mendapatkan
akhirat dan rahmat.
Kedua: Ghurur
menimpa orang-orang mukmin yang durhaka.
Diantara mereka ada yang tidak mau beramal
karena terpedaya dengan keluasan ampunan Allah, mengandalkan ketaatan pada
orang tuanya atau mengandalkan ilmunya yang banyak. Yang pertama tidak tahu,
bahwa mengharapkan sesuatu tanpa melakukan sebab-sebabnya adalah harapan yang
tercela. Sedangkan yang kedua tidak ingat firman Allah:
“Dan takutlah suatu hari yang (pada saat itu
) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat pula
menolong bapaknya sedikitpun.” (Q.S. Lukman: 33)
Yang ketiga tidak menyadari, bahwa ilmu tanpa
amal adalah seperti pohon tanpa buah.
Diantara mereka ada yang terpedaya dengan
ibadahnya yang banyak, sehingga dia menyangka bahwa dia lebih berhak untuk
dimaafkan dari pada yang lainnya.
Dia tidak tahu bahwa sikap itu menghilangkan
keikhlasannya dan menghilangkan pahala amal-amalnya.
Diantara mereka adapula yang teredaya dengan
hartanya yang banyak. Maka dia mengira, bahwa dengan itu dia bisa mengungguli
yang lain. Diapun condong pada kesenangan dunia dan melupakan karunia Allah
padanya.
Diantara kejelekan ghurur adalah menyebabkan
kesombongan yang telah mencegah pemiliknya masuk surga.[62]
30. KEZALIMAN
Kezaliman adalah keluar dari batas keadilan
dengan mengurangi sesuatu atau melampaui
batas. Maka, kezaliman itu mencakup semua maksiat dan meliputi berbagai macam
perbuatan yang hina. Pelakunya bisa berbuat zalim terhadap dirinya sendiri atau orang lain.
Kezaliman terhadap diri sendiri artinya tidak
mentaati perintah Allah Swt. dengan semestinya atau tidak beriman.
Sedangkan kezaliman terhadap orang lain artinya
kurang memenuhi haknya, misalnya mengganggu tetangga, menghina tamu, mengarang
(berbuat) dusta, melakukan ghibah dan namimah.[63]
Nabi saw. bersabda: “Kezaliman itu
menimbulkan kegelapan-kegelapn di hari kiamat. ” Dalam hadits qudsi Allah
berfirman: “Hai, hamba-hamba-Ku, Aku telah mengharamkan kezaliman atas
diri-Ku dan mengharamkan diantara kamu sekalian. Maka, janganlah kamu saling
menzalimi.”
31. KEADILAN
Keadilan adalah bersikap di tengah dalam segala
urusan dan berjalan di dalamnya sesuai dengan syariat.
Keadilan ada dua macam:
Pertama: keadilan
manusia dalam dirinya dengan menempuh jalan yang lurus.
Kedua: keadilannya
terhadap orang lain. Keadilan ini ada tiga macam:
1. Keadilan
penguasa terhadap rakyatnya dengan bersikap baik dan memberi pada setiap yang
berhak, tentang sesuatu yang menjadi haknya.
2. Keadilan
rakyat terhadap penguasa dan murid terhadap gurunya serta anak kepada orang
tuaya dengan ikhlas dan taat.
3. Keadilan
manusia terhadap sesamanya dengan tidak bersikap sombong terhadap mereka dan
mencegah gangguan dari mereka.[64]
Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah
menyuruh berbuat adil dan baik.”
Adapun keadilan, maka kamu telah mengetahuinya. Sedangkan mengenai Al-Ihsan,
maka telah disebutkan dalam hadits: “Apabila kamu beribadah kepada Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya, maka hal
ini adalah kesempurnaan iman dan puncak ketundukan.”
a.
Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan
Dalam kitab Taisirul Kholaq dijelaskan
tentang perintah taqwa. Pengertian taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya baik secara sembunyi-sembunyi atau
terang-terangan. Orang yang bertaqwa selalu menjaga sikap dan perilakunya dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Mereka yang bertaqwa
senantiasa bersikap ihsan dalam setiap keadaan, mereka yakin dimanapun dan
kapanpun Allah selalu melihatnya. Sebagaimana sabda Rosulullah saw, hendaklah
kalian beribadah hanya karena Allah, meskipun kita tidak bisa melihat Allah
yakinlah dalam hati bahwa allah pasti melihat kita.
Dengan memperoleh ketaqwaan, seseorang
tentunya akan melaksanakan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah, seperti
bersikap jujur, adil, saling memaafkan, dan senantiasa bersikap sabar.
b. Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri
1) Nilai
kebersihan
Hendaknya setiap pribadi senantiasa hidup
bersih, baik bersih badan, pakaian, maupun tempat, karena hal itu sangat
dianjurkan oleh syara’. Wajib bagi seseorang untuk membersihkan badannya,
selain bersih badan, hendaknya senantiasa membersihkan pakaiannya yang hendak
dipakai, dan yang terakhir setiap individu wajib membersihkan tempat yang
didiaminya, sebab dengan hidup bersih dapat menjaga kesehatan, menghilangkan
pikiran yang bingung, mendapat kebahagiaan, bersikap ridlo terhadap teman, dan
mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.[65]
2) Nilai
kejujuran
Sifat jujur merupakan salah satu sifat yang
ada pada diri Rosul. Sebelum diutus menjadi Nabi, beliau terkenal karena
kejujurannya. Beliau diberi gelar as-Sidiqnal-Amin (jujur dan terpercaya).
Kejujuran adalah ketenangan sementara kebohongan adalah kegelisahan. Saat
bersikap jujur, maka hati kita menjadi tenang dan tentram. Meskipun kita
mengetahui bahwasannya dengan bersikap jujur akan menghadapi sesuatu yang tidak
disukai. Kejujuran adalah kekayaan yang kini mulai pudar dari tangan manusia.[66]
Menurut Hafid Hasan Al-Mas’udi, sebab-sebab jujur adalah sebagai berikut:
memiliki akal yang sehat, beragama, serta mempunyai harga diri. Dengan akalnya
seseorang dapat mengetahui manfaat berkata jujur. Demikian juga orang yang
mempunyai harga diri dia tidak rela untuk mengucapkan perkataan bohong yang dia
cari adalah penghias diri dengan akhlak yang baik dan bahwasannya dengan
berkata dusta tidak ada kebaikan.
3) Bersikap
amanah
Orang yang bersikap amanah senantiasa
melaksanakan terhadap hak-hak Allah SWT dan hak-hak hamba-Nya, seperti tidak
mengurangi takaran, timbangan, atau ukuran, tidak menyebarkan kejelekan atau
kecacatan, mengembalikan barang titipan, dan sebagainya. Orang yang amanah
mencari dan melaksanakan sesuatu yang dapat menimbulkan kemaslahatan bagi
dirinya baik di dunia maupun di akhirat.
4) Iffah
Sifat iffah ini memiliki banyak cabang,
diantaranya: sabar, qonaah, pemurah, wara, tenang, kasih sayang, dan memiliki
rasa malu. Maku adalah sifat yang ada pada jiwa yang mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan yang bisa memperbaiki dan memperindahnya serta meninggalkan
hal yang bisa menodai dan memperburuknya. Sehingga kita akan menjumpai ketika
dia melakukan hal yang menyimpang dari syari’at, dia akan merasa malu terhadap
manusia. Jika dia melakukan hal yang haram, dia merasa malu terhadap Allah.
Jika dia meninggalkan salah satu kewajiban dia merasa malu terhadap Allah. Jika
dia meninggalkan sesuatu yang seharusnya dia kerjakan, dia merasa malu terhadap
manusia. Malu termasuk bagian dari iman, oleh karena itu Ibnu Umar menyebutkan
bahwa Nabi saw pernah melewati salah satu sahabat Anshar yang menasehati
saudaranya dalam hal malu, maksudnya menganjurkannya untuk berakhlak dengannya,
maka Nabi saw menjelaskan bahwa malu adalah bagian dari keimanan.[67]
5) Harga
diri
Orang yang memiliki harga diri, berarti ia
telah berusaha untuk bersikap iffah, menjaga kesucian, dan menjaga diri.
Sehingga orang yang memiliki sikap ini pastinya orang tersebut bertaqwa, jauh
dari sifat tamak, serta merasa rela terhadap sesuatu yang telah diberikan oleh
allah tanpa memandang terhadap sesuatu yang dimiliki orang lain.
6) Hilim
Sikap hilim merupakan slah satu akhlak yang
sangat terpuji. Orang yang hilim, dia selalu menjaga dirinya untuk membalas
kepada orang yang berbuat marah kepadanya, padahal ia sendiri mampu untuk
membalasnya. Orang yang hilim tidak menyukai permusuhan dan bersikap murah hati
pada orang yang berbuat kejahatan.
7) Dermawan
Hendaknya setiap insan memiliki sikap
dermawan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rosulullah. Nabi adalah
manusia yang paling dermawan, beliau pernah memberikan pemberian yang tidak ada
seorang manusiapun yang memberi seperti beliau lakukan. Beliau lebih
mengutamakan orang lain atas dirinya sendiri. Kedermawanan
beliau adalah kedermawanan yang tepat pada tempatnya. Beliau menginfakkan harta
untuk Allah dan karena Allah. Terkadang untuk orang kafir, orang yang
membutuhkan, orang yang berjihad fi sabilillah atau untuk melunakkan hati orang
yangg baru masuk Islam atau dalam rangka mensyari’atkan kepada umat ini agar
meneladani beliau. [68]
8) Tawaduk
Tawaduk mempunyai dua arti pertama, tunduk dan
menerima kebenaran dari siapapun. Kedua, tawaduk berarti merendahkan sayap
kepada manusia. Maksudnya engkau ramah dan lembut saat bergaul dengan orang
lain, siapapun dia. Entah pembantu, pelayan orang terhormat, orang biasa, orang
rendahan, ataupun orang besar. Keutamaan dari bersikap tawaduk adalah
bahwasannnya allah akan mengangkat kedudukan dan derajat bagi orang yang
bersikap tawaduk. Oleh sebab it, bersikaplah tawaduk, karena ketika berusaha
untuk berikap tawaduk kepada Allah dalam hidup bermasyarakat, pada waktu itulah
kita akan dimuliakan oleh Allah.[69]
9) Nilai
keadilan
Dalam literatur Islam, keadilan dapat
diartikan sebagai istilah untuk menunjukan pada persamaan atau bersikap
tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal
yang dikonsultasikan dengan agama. Dimana ada kewajiban maka ada keadilan,
yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu, dan
keadaannya yang seimbang. Demikian pentingnya masalah keadilan dalam rangka
melaksanakan hak dan kewajiban.[70]
Sedangkan nilai pendidikan akhlak yang
dilarang terdiri dari: berbicara bohong, bersikap mengagungkan diri sendiri,
dendam, hasad, namimah, sombong, tipu daya, dan dhalim.
c. Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga
Dalam hubungan sosial, kedua orang tua
menduduki posisi yang paling istimewa. Dalam kebaktian, berbakti kepada orang
tua menempati kedudukan kedua setelah berbakti kepada Allah SWT. Di dunia ini
tidak ada seorangpun yang kedudukannya menyamai orang tua dan menandingi jasa
orang tua terhadap anak, kecuali si anak menemukan mereka dalam keadaan menjadi
budak, yang kemudian memerdekakannya. Jasa orang tua telah didapatkan oleh sang
anak sejak masih dalam kandungan, bahkan saat melahirkan sang ibu
mempertaruhkan nyawanya, kemudian memelihara dan mendidiknya hingga dewasa. Hal
inilah yang menjadikan kedua orang tua kedua orang tua sangat tinggi posisinya
bagi anak-anaknya.[71]
Di dalam kitab Taisirul Kholak dijelaskan tentang nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam keluarga, yang meliputi:
1) Hak
kepada ke-dua orang tua
a) Selalu
menyebutkan nikmat yang telah diberikan oleh orang tua
b) Berterimakasih
kepada orang tua
c) Melaksanakan
perintah orang tua sejauh perintah tersebut tidak menjerumuskan terhadap
kemaksiatan
d) Duduk
dihadapannya dengan pandangan tunduk serta memalingkan pandangan dari berbuat
kesalahan
e) Tidak
menyakiti hati orang tua meskipun dengan ucapan “AH”
f) Tidak
berjalan dihadapannya kecuali dengan sikap hidmat
g) Memanggil
dengan panggilan kasih sayang dan pengampunan
h) Amar
ma’ruf nahi munkar terhadap orang tua
2) Hak-hak
kerabat
a) Jangan
pernah menyakiti hati kerabat baik dengan ucapan maupun perbuatan
b) Bersikaplah
rendah hati
c) Memikul
penderitaan kerabat meskipun dia bersikap sombong
d) Membantu
terhadap keperluannya serta mencegah dari kemadaratan dalam keadaan apapun.[72]
3) Kasih
sayang maksudnya adalah senantiasa memberikan kebahagiaan kepada orang lain dan
merasa bahagia jika bertemu dengannya.[73]
d. Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa
Yang termasuk nilai pendidikan akhlak dalam
bermasyarakat, yaitu: adab bergaul, tetangga, dan persaudaraan.
Hendaknya setiap orang memperhatikan akhlak
yang harus dilaksanakan ketika bergaul dengan orang lain, diantaranya:
menampakan wajah yang berseri-seri, bersikap baik, memperhatikan ucapan teman
bergaul, bersikap tenang, tidak sombong, diam ketika sedang bercanda, memaafkan
dari kesalahan dan kekurangannya, tidak sombong dengan kewibawaan dan
kekayaannya. Maka sesungguhnya hal itu mendapatkan pahala serta harga diri,
tidak akan dijatuhkan dari pandangan orang lain.
Selaian itu, menyembunyikan rahasia, karena
bahwasannya rahasia itu tidak ada nilainya untuk dibicarakan.
Selain harus
memperhatikan adab dalam bergaul, kita sebagai makhluk sosial yang tidak bisa
hidup tanpa bermasyarakat dan bertetangga, hendaknya senantiasa menjaga akhlak
dari perbuatan-perbuatan yang tercela. Tetangga merupakan orang yang rumahnya
dekat dengan rumah kita, oleh karena itu hendaklah memuliakan tetangga kita.
Yang dekat lebih berhak dibandingkan yang jauh.
Bertetangga dengan baik adalah dengan cara berbuat baik dan
bersikap dermawan terhadap mereka dan anak-anak mereka. termasuk hal yang
sangat disayangkan sekali, kebanyakan mereka berbuat jahat terhadap tetangga
mereka yang lebih keterlaluan dibandingkan terhadap orang yang bukan
tetangganya. Sehingga yang sering terjadi adalah dia mengganggu tetangganya
dengan merampas barang miliknya dan mengusirnya.[74]
Selain akhlak kkepada
tetangga, yang termasuk nilai pendidikan akhlak bermasyarakat adalah menyambung
talu persaudaraan. Menyambung tali persaudaraan adalah wajib dan memutuskannya
adalah karena turunnya laknat dan terhalang masuk kedalam surga. Jika manusia
dalam keadaan kekurangan sedangkan engkau dalam keadaan kaya karib kerabatmu
dalam keadaan miskin, maka cara menyambung tali persaudaraan mereka adalah
dengan cara memberikan kekayaan kepada mereka sesuai dengan kemampuan. Jika
manusia dalam keadaan tercukupi dan semuanya dalam keadaan baik, maka pulang
pergi menjenguk mereka di pagi dan sore hari bisa terhitung sebagai bentuk
menyambung tali persaudaraan.[75]
Pada zaman kita ini, perbuatan menyambung tali persaudaraan ini sangat minim
sekali. Yang demikian itu, karena masing-masing orang sibuk dalam memenuhi
kebutuhan mereka sendiri, sehingga lupa terhadap yang lain.
e.
Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam
sekitar
Hendaknya seorang muslim memperhatikan dalam masalah
kebersihan, baik badan, pakaian, maupun tempat. Karena dengan hidup bersih
dapat menjaga kesehatan, dapat menghilangkan pikiran yang negatif, senantiasa
mensyukuri atas nikmat Allah yang telah diberikan. Dengan pola hidup bersih,
dapat melestarikan lingkungan alam sekitar menjadi indah dan nyaman.
2.
Etika pendidik dalam
kitab Taisirul Kholaq
Pengajar atau pendidik adalah penunjuk jalan bagi
murid untuk mencapai kesempurnaan dengan memberinya ilmu dan pengetahuan.
Oleh karena itu, disyaratkan bahwa pendidik harus
memiliki sifat-sifat terpuji, karena jiwa murid adalah lemah bila di bandingkan
dengan jiwa pendidik. Maka apabila pendidik emiliki sifat sempurna, maka murid
yang mengikuti petunjuk demikian pula.
Jika begitu, dia harus seorang yang bertaqwa, rendah
hati, dan ramah tamah, supaya dicintai oleh murid-murid hingga mereka mendapat
faedah darinya. Hendaklah dia seorang yang pemaaf dan berwibawa, supaya
dijadikan teladan dan menampakan kasih sayang kepada para murid, supaya mereka
bersemangat besar untuk menerima
pelajarannya. Hendaklah dia menasihati dan mendidik mereka dengan pendidikan
yang baik.
Janganlah dia memaksa kepada mereka arti-arti kata
yang sulit mereka pahami.
3.
Relevansi nilai pendiidikan akhlak dalam kitab Taisirul
Kholaq dengan era globalisasi
Kitab Taisirul
Kholaq bukanlah kitab yang baru dalam dunia pendidikan. Kitab ini ditulis
oleh seorang ulama besar yaitu Hafid Hasan Al-Mas’udi yang dapat dijadikan
pedoman dalam berperilaku bagi manusia untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Yang menarik adalah kitab ini menekankan pada pendidikan akhlak yang mesti dipatuhi dalam kehidupan sehari-hari, yang
terkadang kitapun lupa tentang pentingnya menjaga menjaga akhlak dan perilaku,
sehingga kita sering terjerumus melaksanakan akhlak yang bernilai buruk, baik
pada zaman, tempat dan kondisi tertentu.[76]
Saat ini kita bisa
merasakan hilangnya akhlak yang sudah mewarnai komunitas secara keseluruhan.
Salah satu tanda dari hilangnya akhlak adalah
munculnya pemimpin-pemimpin yang sesungguhnya tidak memiliki kualifikasi
sebagai pemimpin ummah, yang tidak memiliki moral yang tinggi, intelektual dan
spiritual yang dibutuhkan, tetapi sayang, orang-orang tersebut mendominasi
tampuk pemerintahaan secara keseluruhan.
Hubungan akhlak dengan
dunia pendidikan, menurut Ibnu Miskawaih[77]
tujuan dari pendidikan adalah untuk membentuk perilaku lahir dan batin manusia
menuju arah tertentu yang dikehendaki. Dengan berakhlak yang baik, maka
seseorang akan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah SWT, dan kebaikannya akan
terpancar dalam setiap tidak tanduknya. Oleh sebab itu, kitab Taisirul
Kholaq sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam berakhlakul karimah
menghadapi tantangan zaman. Dalam kitab ini dijelaskan berbagai nilai
pendidikan akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, nilai pendidikan akhlak
terhadap diri sendiri, nilai pendidikan akhlak terhadap orang tua, dan berbagai
nilai pendidikan akhlak terhadap masyarakat dalam menghadapi era globalisasi.
Globalisasi merupakan
kecenderungan perilaku hidup dan kehidupan manusia untuk saling terkait, baik
antar individu maupun antar bangsa yang dihubungkan oleh sarana dan prasarana
yang makin canggih. Perkembangan kecenderungan itu begitu pesat dan itu disebabkan oleh dorongan kemajuan iptek
dan sama-sama komunikasi serta tranportasi antar benua dan antar negara.[78]
Dalam pengembangan dan
penggunaan iptek, dewasa ini telah lepas dari kendali keagamaan, sehingga
cenderung pada sikap kebuasan iptek yang melihat bahwa iptek semata-mata
sebagai kekuatan atau kekuasaan untuk kepentingan pengaruh atau kekuasaan (knowledge
is power). Oleh sebab itu, diperlukan solusi yang tepat untuk
merubah sikap tersebut yaitu dengan penyebarluasan kembali motivasi-motivasi
keilmuan yang terdapat dalam kandungan Al-Quran dan Al-Hadis, sehingga umat
Islam dapat berkembang dalam tuntunan dinamika ajaran Islam dan dapat berperan
secara dominan dengan memanfaatkan potensi iptek dalam bimbingan nilai-nilai
akidah dan akhalak Islam di semua bidang kehidupan manusia.
Menurut hemat penulis,
relevansi kitab Taisirul Kholaq dalam menghadapi era globalisasi adalah
menjadi obat mujarab dalam memperbaiki akhlak di berbagai bidang khususnya
dalam menyikapi berbagai macam karakteristik dari globalisasi seperti: adanya
penciptaan dan penggandaan terhadap produk-produk baru, perluasan dan pemekaran hubungan sosial, aktivitas, dan saling
kebergantungan, adanya intensifikasi dan akselerasi dalam hubungan sosial,
serta kesadaran dari masing-masing individu. Sehingga dapat menggali semua
nilai syari’at, baik yang terkait dengan aqidah, muamalah, akhlak, alamiyah
maupun insaniah kemudian direalisasikan dalam kehidupan nyata, maka umat Islam
akan memenangkan persaingan zaman.
Secara ontologis, dalam
orientasi pilihan bidang ilmu dan teknologi yang relevan diharapkan agar umat
melihat betapa luasnya cababg ilmu pengetahuan yang tersedia di abad modern
ini. Namun, betapa luasnya cabang ilmu itu, dalam pilihannya diharapkan agar
umat manusia tetap berpegang dalam tuntunan agama dan mematuhi perintah dan
larangan Allah SWT.
Secara epistemologis,
diharapkan agar pengembangan dan penggarapan ilmu pengetahuan itu,
nilai-nilai, akidah, dan kaidah keislaman hendaknya tetap menjadi petunjuk dan
pengarahan (guidance) bagi para ilmuan.
Dan secara aksiologis,
supaya pemanfaatan iptek tetap dalam suasana mental dan perilaku yang taqwa. Juga
berusaha agar iptek itu membawa kesejahteraan bagi umat manusia, bukan saling
merusak dan berbunuhan.[79]
Dengan demikian, pada
satu sisi, proses pendidikan harus dapat menyiapkan peserta didik yang dapat
menyesuaikan diri dengan masyarakat sekarang dan akan datang, masyarakat yang
semakin lama semakin sulit diprediksi karakteristiknya. Hal ini dikarenakan di
era global ini, dengan adanya berbagai penemuan dalam bidang teknologi
informasi, orang harus dapat membelajarkan diri dalam suatu proses pendidikan
yang bersifat maya (virtual). Implikasinya, bahwa pendidikan harus mampu
mempersiapkan bangsa ini menjadi komunitas yang terberdayakan dalam menghadapi
kehidupan global yang semakin lama semakin menggantungkan diri pada teknologo
informasi. Sisi lain, proses pendidikan tidak boleh mengenyampingkan
pembentukan kepribadian. Masyarakat sekolah haruslah masyarakat yang berakhlak.
Kampus, misalnya, bukan semata-mata hanya wahana untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, tetapi juga kejujuran, kebenaran, dan pengabdian pada masyarakat.
Secara keseluruhan budaya kampus adalah budaya yang berakhlak mulia. Kampus
semestinya menjadi pelopor dari perubahan kebudayaan secara total yang bukan
hanya nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga tempat persemaian
dari pengembangan nilai-nilai akhlak manusia.[80]
C. Analisis
Data
Etika pendidik menurut Hafid Hasan Al-Mas’udi
Dalam memilih kriteria seorang guru seperti apa yang
telah dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, sebaiknya mencari seorang guru yang
berpengetahuan tinggi dan luas (a’lam), bisa menjaga diri akan martabatnya dan
menjauhi hal-hal yang tidak baik(aura’), dan usianya lebih tua, karena ia
sebagai panutan (asan), selalu tenang dalam menghadapi problematika (waquron),
bijaksana dan tidak sekehendak hatinya dalam memberi arahan kepada murid
(haliman), dan penyabar dalam mendidik peserta didiknya (soburon).[81]
1.
Etika pendidik pada dirinya sendiri
a.
Niat
dalam mengajar untuk mendekatkan diri kepada Allah baik ketika sendiri ataupun
di hadapan umum.
b.
Harus
mempunyai sifat khouf kepada Allah
dalam semua perbuatannya,karena dirinya telah dipercaya sebagai pendidik.
c.
Tenang
d.
Wira’i
e.
Tawadlu’
f.
Khusu’
(konsentrasi)
g.
Semua
yang diajarkan di dasarkan kepada Allah
h.
Tidak
menggunakan ilmunya untuk kepentingan dunia semata
i.
Tidak
pilih kasih terhadap peserta didiknya
j.
Zuhud
k.
Menjauhkan
diri dari pekerjaan yang menghinakan diri
l.
Menjauhkan
diri dari prasangka yang tidak baik
m. Selalu menjaga
lambang-lambang kebesaran Islam
n.
Melakukan
sunah Rosul dan meninggalkan bid’ah
o.
Selalu
menjaga ucapan dan pekerjaan secara garis syara’
p.
Bermasyarakat
dengan akhlakul karimah
q.
Mensucikan
dlohir,batin dari sifat tercela
r.
Semangat
dalam menambah ilmunya
s.
Tidak
mencegah orang yang hendak mencari ilmu
2.
Etika pendidik dalam memberikan pelajaran
a.
Suci
b.
Bersih
dan memakai wangi-wangian secukupnya
c.
Memakai
pakaian yang bagus
d.
Ketika
keluar dari rumah berdoa
e.
Ketika
berjumpa dengan orang bersalaman
f.
Berdoa
ketika hendak memulai pelajaran
g.
Mengajarkan
pelajaran yang paling penting terlebih dahulu
h.
Tidak
mengeraskan suara secara berlebihan
i.
Menjaga
kelas dari suasana gaduh dan ramai
j.
Mencegah
murid yang melampaui batas dalam berdebat
k.
Memberikan
kasih sayang kepada peserta didiknya
3.
Etika pendidik kepada muridnya
a.
Mengajar
dengan tujuan ridlo Allah
b.
Mengajar
dengan ikhlas
c.
Murah
hati dan mempermudah dalam memberi pemahaman
d.
Semangat
dalam memberi pemahaman
e.
Tidak
pilih kasih kepada peserta didik
f.
Mencintai
muridnya seperti mencintai diri sendiri
g.
Berusaha
menjadikan muridnya menjadi orang yang berguna
h.
Menanyakan
murid yang tidak hadir
i.
Menghormati
muridnya ketika bertanya
j.
Sering
memberi arahan yang positif.[82]
Seorang guru adalah ibarat seorang ayah pada anaknya
karena guru selalu mengharapkan dan mengusahakan kebaikan pada muridnya.[83]
Guru merupakan seorang yang memberikan
pengarahan dan petunjuk terhadap muridnya, karena telah terbukti kesempurnaan
pengetahuan dan pengertiannya.
Adapun
syarat sebagai seorang guru:
Memiliki sifat terpuji yang akan memberikan
kekuatan ruh bagi seoarang pelajar, karena sesungguhnya ruh atau jiwa seoarang
pelajar adalah lemah. Sehingga apabila seorang guru memiliki suatu sikap yang
sempurna, maka seorang murid akan menyesuaikannya dengan contoh-contoh yang
diberikan oleh gurunya.
Maka tidak boleh tidak, seorang guru harus
memiliki sifat taqwa, tawadlu, lemah lembut sehingga seorang murid dapat
mengambil manfaat dari sikap yang ditunjukan oleh gurunya.
Selain itu harus memiliki sifat hilmi
(pemaaf), senang atau periang, kasih sayang terhadap muridnya
sehingga kecintaan seorang murid terhadap gurunya begitu besar terhadap apa
yang disampaikan oleh gurunya. Seorang guru harus memberikan nasehat dan
pendidikan yang bagus, serta memberikan peluang untuk bergerak, jangan
membebani peserta didik, akan tetapi guru harus memberi
perhatian yang lebih untuk peserta didiknya.[84]
Pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri.
Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak,
karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian dan
pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan cermin atas kesuksesanorang tua juga. Firman
Allah :
… قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ
وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا …
Artinya : “….Peliaralah
dirimu dan keluargamu dari api neraka….” (QS.At-Tahrim:6)
Dari potongan terjemah tersebut dapat dipahami bahwa
yang paling penting pertama kali yang di didik adalah keluarga dan diri
sendiri.
Pendidik yang dimaksud disini adalah mereka yang
memberikan pelajaran anak didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di
madrasah atau sekolah. Kode etik pendidik adalah salah satu bagiandari profesi
pendidik. Artinya setiap pendidik yang profesional aka melaksanakan etika
jabatannya sebagai pendidik.[85]
Dalam bahasa yang berbeda, Muhammad Athiyah Al-Abrasy[86]
menentukan kode etik pendidik dalam pendidikan islam sebagai berikut:
1.
Mempunyai
watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi
peserta didiknya seperti menyayangi anak nya sendiri.
2.
Adanya
komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola komunikasi dalam
interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar mengajar.
3.
Memerhatikan
kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemberian materi pelajaran harus di
ukur dengan kadar kemampuannya.
4.
Mengetahui
kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik.
5.
Mempunyai
sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
6.
Ikhlas
dalam menjalankan aktifitasnya.
7.
Dalam
mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya.
8.
Memberi
bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan.
9.
Sehat
jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan
mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang
untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
D. Interpretasi
Data
1. Pendidik
yang Profesional
Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan
atau dibantu oleh unsur lain seperti oleh media tehnologi, tetapi tidak dapat
digantikan. Mendidik adlah pekerjaan profesional, oleh karrena itu guru sebagai
pelaku utama pendidik merupakan pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional,
guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga
harus memiliki pegetahuan dan kemampuan profesional.[87]
Departemen pendidikan dan kebuudayaan (1980) telah
merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokannya
atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
a.
Kemampuan
profesional, yang mencakup
1)
Penguasaan
materi pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan dasar keilmuan dari
bahan pelajaran tersebut.
2)
Penguasaan
landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
3)
Penguasaan
proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
b.
Kemampuan
sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan
sekitar.
c.
Kemampuan
personal yang mencakup
1)
Penampilan
sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap
keseluruhan situasi pendidikan.
2)
Pemahaman,
penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dimiliki guru.
3)
Penampilan
upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi para siswanya.
Diantara kemampuan sosial dan personal yang paling
mendasar yang harus di kuasai guru adalah idealisme, idealisme dalam
pendidikan. Perbuatan mendidik harus dilandasi oleh sikap dan keyakinan sebagai
pengabdian pada nusa, bangsa dan kemanusiaan, untuk mencerdaskan bangsa, untuk melahirkan
generasi pembangunan atau generasi penerus yang leih andal, dan sebagainya.
Kalau perbuatan mendidik hanya didorong oleh kebutuhan memperoleh nafkah, maka
guru-guru hanya akan bekerja ala kadarnya, bekerja secara mekanistis dan
formalitas.
Dilihat dari dimensi sosialnya, Imam al-Ghazali,
al-Nahlawi, dan al-abrasyi menyatakan bahwa seorang guru harus bersikap lemah
lembut dan kasih sayang tek, mampu menahan diri, lapang dada, sabar, mampu
mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek dengan cara sindiran dan tidak
tunjuk hidung, dan bersikap adil diantara anak didiknya. Sedangkan
syarat-syarat pendidik adalah sebagai berikut:
a.
Memilki
sifat Robbani
b.
Sabar
dan sifat Ikhlas
c.
Memiliki
sifat Zuhud
d.
Memilki
sifat jujur dan konsekuen
e.
Memilki
sifat sabar dan tabah hati
f.
Memilki
sifat penyantun dan pemaaf
g.
Memiliki
sifat keteladanan
h.
Memilki
sifat adil
i.
Memilki
sifat kebapakan atau keibuan
j.
Mengetahui
dan memahami karakter anak didik
k.
Menguasai
bidang studinya dan terus menerus meningkatkan pengetahuannya
Demikianlah beberpa sifat atau syarat yang harus
dimiliki oleh setiap pendidik dalam pendidikan secara umum, disamping itu juga
bisa ditambahkan dengan syarat-syarat teknis lain yang bersifat khusus.
2.
Kedudukan
dan Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam beberapa hadits disebutkan: ‘jadilah engkau
sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pecinta, dan janganlah kamu
menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Islam
menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul.[88]
قُمْ لِلْمُعَلِّمِ وَفِهِ التَّبْجِيْلَ
كَأ دَالْمُعَلِّمُ اَنْ يَكُوْنَ رَسُوْلاً
“berdiri
dan hormatilah guru dan berilah penghargaan,
Seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”
Pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great
individuals) yang aktifitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun (QS,
At-taubah:122). Andai kata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti
binatang, kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak).
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas
memindahkan atau mentransfer ilmunya kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga
bertanggung jawab atas pengolahan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh
karena itu, fungsi dan tugas pendidik dapat disimpulkan menjadi tiga bagian
yaitu:
a.
Sebagai
intruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan
melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan
penilaian setelah program dilakukan.
b.
Sebagai
edukator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan
berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.
Sebagaimana
gerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta
didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalahyang menyangkut
upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrol, dan partisipasi
atas program pendidikan yang dilakukan.
Pendidik merupakan salah satu faktor dalam proses
pendidikan yang memegang peranan penting. Pendidik atau guru inilah yang
bertanggung jawab dalam pentransferan nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh
lembaga pendidikan untuk dimiliki oleh para terdidik. Keberhasilan aktifitas
pendidik banyak bergantung kepada keberhasilan para pendidiknya dalam mengemban
misi kependidikannya. Itulah sebabnya, islam sangat menghormati dan menghargai
orang-orang yang mau bertugas sebagai pendidik atau sebagai guru.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kasih
sayang kepada anak didik, ikhlas, tidak menjelekan ilmu-ilmu diluar keahliannya
di kalangan muridnya merupakan sebagian
dari etika menjadi seorang pendidik. Dalam islam kedudukan seorang pendidik setingkat
dengan derajat seorang Rasul. Semua orang tidak sembarang menjadi pendidik,
karena pendidik merupakan orang yang muliadan harus dihormati, mempunyai
kewibawaan, dan sifat-sifat yang baik. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru
yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dedikasi yang tinggi dalam menjalankan
tugas profesionalnya.
B.
Kritik dan Saran
1.
Kurang
mendialogkan esensi dari isi kitab tersebut, sehingga masih banyak, baik dari
kalangan pendidik maupun peserta didik yang tidak mengetahui kitab Taisirul
Kholaq
2.
Kurang
menjelaskan secara rinci mengenai
akhlak atau perilaku yang harus
diterapkan ketika menghadapi zaman yang serba modern. Seharusnya, dari kitab
tersebut memberikan contoh atau kisah yang dapat membengkitkan ghiroh bagi para
pembaca untuk lebih mempelajari maksud dan tujuan dari isi kitab tersebut untuk
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan situasi dan kondisi
yang sedang terjadi, seperti halnya globalisasi.
3.
Masih
menjadi wacana dan belum bisa terealisasikan secara menyeluruh dikarenakan
kurangnya pemahaman terhadap esensi kitab ini yang penulisnya memakai bahasa
Arab, sehingga akan merasa kesulitan untuk membaca dan memahaminya ketika
berhadapan secara langsung. Karena memang kitab ini haya dikonsumsi oleh kaum
inten pesantren saja. Seharusnya selain menyodorkan wacana atau ilmu tentang
akhlak, hendaknya bisa sampai memfungsikan nilai-nilai Islam yang terkandung
dalam kitab tersebut, sehingga dapat membentuk karakter atau sikap terpuji bagi
setiap kalangan dalam berbagai situasi dan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hudzaifah bin Kadiyat. 2010. Akhlak-Akhlak
Mulia, Surakarta: Pustaka Alfiyah
Abuddin Nata. 2010. Akhlak Tasawuf, Semarang: Pustaka
Abul Mujib dan jusuf mudzakir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, Jalarta:Kencana
Ahmad
Ridlowi. 2010. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel
Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Yogyakarta :Skripsi, Fakultas Tarbiyah
UIN Sunan Kalijaga.
Ahmad Amin.
1975 Etika (Ilmu Akhlak), terj. K.H. Farid Ma’ruf. Jakarta : Bulan Bintang.
Anton Bakker dan Achmad Choris
Zubair. 1990. Metodologi penelitian filsafat. Yogyakarta:Kanisius.
Al Imam
Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II. Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah.
Amr Khaled. 2010. Buku Pintar Akhlak, Jakarta: Zaman
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin. 2010. Akhlak-Akhlak Mulia, Surakarta: Pustaka Al-fiyah
Agus wibowo
dan Hamrin. 2012. Menjadi Guru
Berkarakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barnawy
Umari. 1984. Materi Akhlak. Sala
: Ramadhani.
Chabib
Thoha, Saifudin Zuhri, dkk. 1999. Metodologi
Pengajaran Agama.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Departemen
Agama Republiik Indonesia. 1994. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang :
PT. Kumudasmoro Grafindo.
Faida
Rahmawati. 2004. Profil Guru Pendidikan Islam Yang Ideal (Studi Tentang Guru Pendidikan
Islam di SD Muhamadiyah Condong Catur). Yogyakarta :Skripsi, Fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga.
Hartani.
2011. Manajemen Pendidikan .Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
H.A.R. Tilar. 2002. Pendidikan,
Kebudayaan, dan masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan
Nasional,Bandung: Rosdakarya
K.H.Muhammad
Hasyim Asy’ari. Kitab Adabul Alim Wal
Muta’alim, Jombang: Maktabah
sururiyah
M. Amin Syukur. 2010. Studi Akhlak, Semarang: Walisongo
Press
Muhammad
Syakir al-Iskandari. Kitab Wasaya al-Abaa
lil Abnaa, Surabaya: Al-Miftah
Made pidarta. 1997.
Landasan Kependidikan . Jakarta: Rineka Cipta.
M.
Zaenuddin. 2012. Keterampilan Dasar
Mengajar . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
M. Ali
Hasan. 1988. Tuntunan Akhlak. Jakarta
: Bulan Bintang.
M. Solly
Lubis. 1992. Umat Islam Dalam Globalisasi, Jakarta: Gema Insani Press
Muhammad
‘Athiyyah Al-Abrasyi. 2003. Prinsip-Prinsip
Dasar Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia.
Murtadha Muthahari. 1996. Islam dan Tantangan Zaman, Bandung: Pustaka
Hidayah
Nana Syaudih
Sukmadinata. 2000. Pengembangan
Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosda
Karya
Rahman
Khakim.. 2008. Kompetensi Kepribadian
Guru dalam Pendidikan Islam (Telaah Kitab Al-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’an
Karya Al-Nawawi). Yogyakarta: Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga
.
Syaikh
Hafid Hasan Al-Mas’udi. Taisirul Kholaq
Surabaya: Al-Miftah.
Syaikh
Az-Zarnuji. Ta’lim Muta’alim , Semarang:
Puataka Alawiyah
Sugiono.
2013. Metode Penelitian Pendidikan .
Bandung:Alfabeta.
Sumadi Suryabrata. 1998. Metodologi Penelitian . Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutrisno Hadi. 1997. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi
Offset.
Suwito. 2004. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih,
Yogyakarta: Belukar
Tayibah, “Tokoh Islam (Hafid Hasan
Al-Mas’udi)”. http://tayibah.e.Islam.com. (10 Mei 2015).
Teransip di
http://ogetto.mywapblog.com/al-Mas’udi -sejarawan-pengembara.xhtml (10 Mei
2015)
Zainuddin.
2010. Keterampilan Dasar Mengajar . Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama :
Amin Riyanti
NIM :
1111.130
Jenis kelamin :
Perempuan
Fakultas/Prodi :
FITK/PAI
Tempat, tanggal lahir :
Banjarnegara, 9 April 1992
Alamat : Krandegan
RT 01/02 Kec. Banjarnegara Kab. Banjarnegara
Riwayat Pendidikan :
- TK Perwanida Krandegan, Banjarnegara
- SD Negeri 7 Krandegan,
Banjarnegara
- SMP Al-Jufri Mirit, Kebumen
- SMA Wira Usaha Bandungan,
Semarang
- Universitas Sains Al-Qur’an
(UNSIQ)
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan
sebenar-benarnya.
Wonosobo, Juli 2015
Penulis
Amin Riyanti
1111.130
[4]M. Zaenuddin, Keterampilan Dasar Mengajar (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 16.
[5]A.L. Hartani, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta:
LaksBang PRESSindo, 2011),hal . 94.
[6]Syekh Hafid Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq, (Surabaya:
Al-Miftah,tt),hal. 2.
[7]Ahmad
Ridlowi, Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Sang Pemimpi Karya
Andrea Hirata. Skripsi,
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2010.
[8]Rahman Khakim., Kompetensi Kepribadian Guru dalam Pendidikan
Islam (Telaah Kitab Al-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’an Karya Al-Nawawi).
Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
[9]Faida Rahmawati., Profil Guru Pendidikan Islam Yang Ideal
(Studi Tentang Guru Pendidikan Islam di SD Muhamadiyah Condong Catur).
Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
[10]
M. Zaenuddin, Keterampilan Dasar Mengajar (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 16.
[11]Departemen Agama Republiik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : PT. Kumudasmoro
Grafindo, 1994)
[12]Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Terjemah Ma’al Mu’alim ,( Jakarta: Darul Haq ,2002), hal. 27.
[13]Departemen Agama Republik
Indonesia, Op.Cit., hal. 670.
[15]
Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad
Juz II, (Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.), hal. 504.
[16]Barnawy Umari, Materi Akhlak,
(Sala : Ramadhani, 1984), hal. 2.
[17]
M. Ali Hasan, Tuntunan
Akhlak, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), hal. 11.
[18]Chabib Thoha, Saifudin Zuhri,
dkk., Metodologi Pengajaran Agama, (Fakultas Tarbiyah,Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 1999), hal. 136.
[19]Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip
Dasar Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia, 2003), hal. 114.
[20]Ahmad Amin, Etika (Ilmu
Akhlak), terj. K.H. Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), hal.
6-7.
[21]Zainuddin, Keterampilan Dasar Mengajar (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),
hal. 33.
[22]Agus wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), hal. 113.
[25]
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (
Bandung:Alfabeta,2013), hal. 5.
[26] Ibid., hal. 14.
[28] Sumadi Suryabrata, Metodologi
Penelitian (Jakarta:Raja Grafindo
Persada, 1998), hal. 16.
[29] Ibid., hal. 18.
[30] Sutrisno Hadi,
Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1997), hal. 42
[31] Ibid., hal. 36.
[32] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1993), hal. 21.
[33]Tayibah,
“Tokoh Islam (Hafid Hasan Al-Mas’udi)”. http://tayibah.e.Islam.com. (10
Mei 2015).
[34]Teransip
di http://ogetto.mywapblog.com/al-Mas’udi -sejarawan-pengembara.xhtml (10 Mei
2015)
[35]
Hafid Hasan al-Mas’udi, Taisirul kholaq, (Surabaya: Al-Miftah, t.th),
hal. 2.
[36]Ibid,
hal. 6-7
[37]
Ibid, hal. 8-9
[38]
Ibid, hal 9-10
[39]Ibid,
hal 10-11.
[40]
Ibid, hal 12
[41]
Ibid, hal. 12-14.
[42]Ibid,
hal. 14-15
[43]Ibid,
hal. 16
[44]Ibid,
hal. 17-18.
[45]Ibid,
hal. 18-19
[46]Ibid,
hal. 19-20
[47]Ibid,
hal 20-22
[48]
Ibid, hal. 22-23
[49]
Ibid, hal. 23-26
[50]
Ibid, hal. 26-28
[51]Ibid,
hal. 28-29
[52]
Ibid, hal 28-29
[53]Ibid,
hal. 30-31
[54]Ibid,
hal. 31-32
[55]Ibid,
hal. 32
[56]Ibid,
hal. 33
[57]Ibid,
hal. 33-34
[58]Ibid,
hal. 34-36
[59]Ibid,
hal. 36-37
[60]Ibid,
hal. 37-38
[61]Ibid,
hal. 39-40
[62]Ibid,
hal. 40-42
[63]Ibid,
hal. 42-43
[64]Ibid,
hal. 43-44
[65]
Hafid Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq, (Surabaya: Al-Miftah, t.th),
hal 22-23
[66]
Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, (Jakarta: Zaman,2010), hal 83.
[67]
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Akhlak-Akhlak Mulia, (Surakarta:
Pustaka Al-fiyah, 2010), hal.104.
[68]
Ibid., hal. 179-180.
[69]
Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, hal.55-56.
[70]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Semarang: Pustaka, 2010), hal. 143-144
[71]
M. Amin Syukur, Studi Akhlak, (Semarang: Walisongo Press, 2010), hal.
70.
[72]
Hafid Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq, hal. 8-10.
[73]
Ibid., hal. 12-13.
[74]
Abu Hudzaifah bin Kadiyat, Akhlak-Akhlak Mulia, (Surakarta: Pustaka
Alfiyah,2010), hal. 74
[75]
Ibid., hal. 71.
[76]
Murtadha Muthahari, Islam dan Tantangan Zaman, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1996), hal. 194.
[77]
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar,
2004), hal. 38.
[78]
M. Solly Lubis, Umat Islam Dalam Globalisasi, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1992), hal. 31-32.
[79]
Ibid., hal. 13.
[80]
H.A.R. Tilar, Pendidikan, Kebudayaan, dan masyarakat Madani Indonesia:
Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, (Bandung: Rosdakarya, 2002), hal.
76.
[81]Syech Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim (Semarang: Puataka
Alawiyah, t.th), hal 13.
[82]K.H.Muhammad Hasyim Asy’ari, Kitab Adabul Alim Wal Muta’alim,
(Jombang: Maktabah sururiyah,t.th), hal.55-70
[83]Muhammad Syakir al-Iskandari, Kitab Wasaya al-Abaa lil Abnaa,
(Surabaya: Al-Miftah,t.th), hal.1.
[84]Hafid Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq (Surabaya: Salim
Nabhan,t.th), hal. 7-9.
[85]Made pidarta, Op.Cit hal 27
[86]Abul Mujib dan jusuf mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam,(
Jalarta:Kencana, 2006), hal. 98.
[87]Nana Syaudih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 192.
[88]Abdul Mujib, Op.Cit hal 89
Tidak ada komentar:
Posting Komentar