Senin, 17 Agustus 2015

etika pendidik menurut syaikh hafid hasan al-mas'udi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidik mempunyai dua arti, ialah arti luas dan arti sempit. Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak, secara alamiah semua anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang-orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan tumbuh secara wajar. Sementara itu pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua pendidik ini di beri pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai ilmu itu dan terampil melaksanakannya di lapangan.[1]
Dalam sebuah hadits
ان الله سبحا نه وملائكته واهل سماواته وارضه حتى النملة فى حجرهاوحتى الحوت فى البحرليصلون على معلمى الناس الخير (رواه الترمذى)

Artinya :    “Sesungguhnya Allah yang maha suci dan para malaikatNya serta semua penghuni langit dan bumiNya, sampai semut dalam lubangnya dan ikan di dasar laut sekalipun, niscaya akan memintakan rahmat bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan” (HR. Turmudzi).[2]

Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa manusia yang mengajar kepada kebaikan akan dimuliakan, bahkan hewan pun turut memuliakannya.           
 Pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap  perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga orang dewasa yang beertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk individu yang mandiri.[3]
Dalam kaitannya dengan pendidikan, karya Syaikh Hafid Hasan Al Mas’udi mempunyai peran cukup penting dalam menghantarkan nilai-nilai pendidikan moral, etika dan karakter sampai kepada peserta didik. Pemikiran-pemikiran Syaikh Hafid Hasan Al Mas’udi yang condong pada pesan moral, ketakwaan, kejujuran, ketawadhu’an, dan pesan-pesan lainnya. Pesan-pesan tersebut disajikan secara ringkas sehingga pembaca tidak merasa sulit untuk mempelajarinya.

B.     Identifikasi Masalah
Mengingat keterbatasan yang ada pada penulis serta untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka masalah hanya dibatasi pada etika pendidik yang terdapat dalam kitab Taisirul Kholaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi.
Berdasarkan pembatasan masalah diatas , maka identifikasi masalah yang diajukan adalah : “Bagaimana etika pendidik menurut Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi ”

C.    Penegasan Istilah
Supaya tidak terjadi kesalahan  dalam mengartikan istilah-istilah yang digunakan dalam judul ini maka perlu adanya penegasan istilah. Penegasan istilah dalam judul ini adalah:
1.      Etika adalah bagian dari filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Pengertian umum etika dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq, (3) nilai mengenai benar dan  salah  yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.[4]
2.      Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi,[5]
3.      Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi nama aslinya ialah Abu al-Hasan Ali bin Husayn bin Ali al-Mas’udi atau Abu Hasan Ali bin Hasyn bin Abdullah al-Mas’udi. Beliau dilahirkan di Baghdad, iraq menjelang akhir abad ke-9M. Beliau dilaporkan meninggal di Fustat (Mesir) pada tahun 345H/1956M. Beliau seorang ulama besar dan sekaligus seorang guru dari Al-Azhar.
4.      Kitab Taisirul Kholaq merupakan kitab yang dikarang oleh Syaikh Hafid hasan Al-Mas’udi. Taisirul Kholaq artinya kitab yang memudahkan seorang untuk melaksanakan akhlaq dan memahami macam-macam akhlaq. Sehingga mengetahui dengan pasti akhlaq yang harus dilaksanakan dan akhlaq yang harus di tinggalkan. Kitab Taisirul Kholaq ini merupakan sebuah kitab yang ringkas dari bagian ilmu akhlaq. Kitab ini disusun untuk para pelajar yang mendalami ilmu-ilmu agama, dan dalam kitab ini juga mengetengahkan akhlaq yang dibutuhkan oleh para pelajar pemula.[6]

D.    Rumusan Masalah
Dari ulasan singkat mengenai latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti akan merumuskan suatu rumusan masalah yang akan menjadi panduan pada penelitian selanjutnya, yaitu:
1.       Bagaimana kandungan atau isi kitab Taisirul Kholaq?
2.       Bagaimana etika pendidik menurut Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi?


E.     Tujuan Penelitian
1.      Untuk mendiskripsikan isi kitab Taisirul Kholaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi
2.      Untuk mengetahui etika seorang pendidik  yang terkandung dalam kitab Taisirul Kholaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi
3.      Untuk mengetahui relevansi etika seorang pendidik yang terkandung dalam kitab Taisirul Kholaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi terhadap realita kehidupan modern sekarang

F.     Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoritis
a.       Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
b.      Sebagai referensi bagi penulis untuk menambah kelengkapan data
c.       Sebagai bahan kajian bagi penulis untuk melakukan penelitian.
2.      Manfaat praktis
a.       Bagi guru
1)      Sebagai bahan evaluasi bagi guru untuk lebih mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran.
2)      Sebagai bahan evaluasi bagi guru tentang kepribadian dan akhlak
b.      Bagi siswa
1)      Sebagai panduan bagi peserta didik sehingga memiliki akhlak yang baik
2)      Sebagai panduan bagi peserta dalam meningkatkan belajar
c.       Bagi peneliti
Untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang kepribadian guru pendidikan agama Islam yang akan mempengaruhi akhlak siswa di sekolah.


G.    Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi dengan sistematika sebagai berikut :
1.       Bagian muka, terdiri dari halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, pernyataan keaslian skripsi, halaman motto, halaman persembahan, pedoman transliterasi, abstraksi, kata pengantar, dan daftar isi, daftar lampiran.
2.       Bagian tengah, merupakan isi skripsi, bagian ini terbagi dalam beberapa bab:
BAB I       :    Berisi pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan skripsi.
BAB II      :    Berisi tentang landasan teori yang meliputi, kajian pustaka dan kajian teori. Kajian teori berisi tentang etika pendidik menurut Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi dalam kitab Taisirul Kholaq.
BAB III    :    Berisi tentang metode penelitian yang meliputi, jenis penelitian, variabel, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.
BABA IV :    Berisi tentang hasil penelitian dan analisis meliputi, profil objek penelitian, terdiri dari: Biografi Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi dan karya-karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi; deskripsi data meliputi: isi kitab Taisirul Kholaq, metode penulisan kitab Taisirul Kholaq, dan analisis etika pendidik menurut Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi dalam kitab Taisirul Kholaq.
BAB V      :    Berisi penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran.
3.       Bagian akhir yang meliputi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.




BAB II
LANDASAN TEORI
ETIKA PENDIDIK

A.    Kajian Pustaka
Dalam skripsi ini penulis mengambil beberapa contoh skripsi peneliti terdahulu yang hampir sama dengan judul yang penulis ambil guna menambah referensi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Skripsi Ahmad Ridlowi (2010), Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunaan Kalijaga yang berjudul, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang teknik pengumpulan datanya menggunakan konsep penelitian kepustakaan (library research). Dalam penelitian tersebut, nilai-nilai Pendidikan Islam yang di urai secara panjang lebar adalah nilai-nilai Pendidikan Islam dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata berupa: Pendidikan Keimanan, Pendidikan Syari’ah/ Ibadah, Pendidikan Akhlaq yang  meliputi Akhlaq kepada Allah, Akhlaq kepada diri sendiri, dan Akhlaq kepada sesama manusia.[7]
2.      Skripsi Rahman Khakim, jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008, dengan judul “Kompetensi Kepribadian Guru dalam Pendidikan Islam” (Telaah Kitab Al-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’an karya Al-Nawawi). Skripsi ini menelaah tentang konsep kepribadian guru yang ditawarkan oleh al-Nawawi yaitu: (a) kepribadian yang mantab, stabil dan dewasa, (b) disiplin, arif dan berwibawa (c) berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi anak didiknya.[8]
3.      Skripsi Faida Rahmawati Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2004, dengan judul “Profil Guru Pendidikan Islam yang Ideal (Studi Tentang Guru Pendidikan Islam di SD Muhamadiyah Condong Catur )”. Skripsi ini membahas tentang kriteria yang harus dipenuhi untuk mencari profil guru yang ideal, metode dan strategi yang digunakan dalam mengajar, serta usaha pihak seekolah untuk meningkatkan kualitas guru PAI guna untuk menunjang kompetensi personal guru.[9]

B.     Kajian Teori
1.      Etika pendidik
a.       Pengertian etika pendidik
Etika adalah bagian dari filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Pengertian umum etika dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq, (3) nilai mengenai benar dan  salah  yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Dari ketiga pengertian itu dapat dikemukakan bahwa etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.[10]
Sedangkan pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi,
Dari pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa etika pendidik adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan dalam mengatur tingkah lakunya.
b.      Pendidik menurut teladan Rosulullah
Nabi Muhammad SAW. adalah panutan terbaik bagi seluruh umatnya, pada diri beliau senantiasa ditemukan tauladan yang baik serta kepribadian mulia. Sifat-sifat yang ada pada diri Rasulullah SAW., yakni siddik, amanah, tabligh dan fathonah. Prilaku Rasululah SAW dalam segala hal adalah prilaku yang dipastikan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, tetapi justru prilaku Rasulullah SAW. itulah cerminan isi kandungan al-Qur’an.
Sebaiknya, setiap guru (pendidik) dapat tampil seperti apa yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW. Dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Meniru sikap Rasulullah SAW. dalam setiap hal merupakan keharusan bagi segenap umatnya, termasuk bagi para pendidik atau guru, jika meniru strategi yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. niscaya akan memperoleh keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan.
Allah SWT. berfirman dalam Q.S. Al-Hasyir ; 7
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا….…
Artinya :    “…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…”[11]

Ayat di atas berkenaan dengan pembagian rampasan perang yang langsung dibagi oleh Rasulullah SAW. akan tetapi potongan ayat tersebut tidaklah salah jika dianalogikan dengan hal lain yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. telah meninggalkan banyak hal sebagai contoh baik yang dapat dilaksanakan oleh setiap pendidik.
Dan juga firman Allah dalam Q.S. Al-Ahzab; 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya :    “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Pada ayat di atas, Allah SWT. menegaskan kepada manusia bahwa manusia dapat memperoleh teladan yang baik dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW adalah sosok manusia yang kuat imannya, pemberani, penyabar, tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada segala ketentuan-ketentuan Allah SWT. dan iapun memiliki ahklak yang sangat mulia, jika manusia ingin bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Dalam hal pendidikan Rasulullah SAW. telah memberikan banyak pelajaran bagi para pendidik berkenaan dengan metode pendidikan, yang bisa di implementasikan oleh para pendidik di lembaga formal (sekolah) maupun di rumah oleh orang tua yang memberikan pendidikan pada anak-anaknya.
Seorang pendidik tidak dapat mendidik murid-muridnya dengan sifat utama kecuali apabila ia memiliki sifat utama dan ia tidak dapat memperbaiki mereka kecualai apabila ia shalih, karena murid-murid akan mengambil keteladan darinya lebih banyak dari pada mengambil kata-katanya.[12]
Pada hakekatnya di lembaga pendidikan peserta didik haus akan suri tauladan, karena sebagian besar hasil pembentukan kepribadian adalah keteladanan yang diamatinya dari para pendidik. Di rumah, keteladanan akan diperoleh dari kedua orang tua dan dari orang-orang dewasa yang ada dalam keluarga tersebut. Sebagai peserta didik, murid-murid secara pasti meyakinkan semua yang dilihat dan didengarkannya dari cara-cara pendidiknya adalah suatu kebenaran. Oleh sebab itu para pendidik hendaknya menampilkan akhlak karimah sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ibnu Khaldun pernah mengutip amanah Umar bin Utbah yang disampaikan kepada guru yang akan mendidik anak-anaknya sebagai berikut “ sebelum engkau mendidik dan membina anak-anakku, hendaklah engkau terlbih dahulu membentuk dan membina dirimu sendiri, karena anak-anakku tertuju dan tertambat kepamu. Seluruh perbuatanmu itulah baik menurut pendangan mereka. Sedangkan apa yang engkau hentikan dan tinggalkan, itu pulalah yang salah dan buruk di mata mereka” (Ihsan, 2003 :158)

2.      Dasar-dasar dan tujuan pendidikan akhlak
a.       Dasar-dasar pendidikan akhlak
Dasar pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan al-Hadits, karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia. maka selaku umat Islam sebagai penganut Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Ahzab/ 33: 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فىْ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلا خِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.
Artinya :    “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. al-Ahzab : 21)[13]

Berdasarkan ayat tersebut di atas dijelaskan bahwasannya terdapat suri teladan yang baik, yaitu dalam diri Rasulullah SAW yang telah dibekali akhlak yang mulia dan luhur. Selanjutnya juga dalam Q.S. Al-Qalam/ 68: 4.
وَاِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمٍ.
Artinya :    “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur”. (Q.S. al-Qalam : 4)[14]

Bahwasannya Nabi Muhammad SAW dalam ayat tersebut dinilai sebagai seseorang yang berakhlak agung (mulia).
Di dalam hadits juga disebutkan tentang betapa pentingnya akhlak di dalam kehidupan manusia. Bahkan diutusnya rasul adalah dalam rangka menyempurnakan akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, bahwa :
عن عبد الله حد ثي أبى سعيد بن منصور قال : حدثنا عيد العزيز ين محمد عن محمد بن عجلا عن القعقاع بن حكم عن أبي صالح عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صا.م : انما بعثت لأ تمم صالح الاخلاق.(رواه احمد)
Artinya :    Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansur berkata : menceritakan Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin ‘Ijlan dari Qo’qo’ bin Hakim dari Abi Shalih dari Abi Hurairoh berkata Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (H.R.Ahmad)[15]

Berdasarkan hadits tersebut di atas memberikan pengertian tentang pentingnya pendidikan akhlak dalam kehidupan manusia, di mana dengan pendidikan akhlak yang diberikan dan disampaikan kepada manusia tentunya akan menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan, memiliki jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, mengetahui arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, mengetahui perbedaan buruk dan baik, memilih satu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.
b.      Tujuan pendidikan akhlak
Tujuan pokok dari pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa. Pendidikan yang diberikan kepada anak didik haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak. Setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak dan memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam.
Dalam tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1)      Tujuan Umum
Menurut Barnawy Umari, bahwa tujuan pendidikan akhlak secara umum meliputi :
a)      Supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela.
b)      Supaya perhubungan kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.[16]
Menurut Ali Hasan bahwa tujuan pokok akhlak adalah agar setiap orang berbudi (berakhlak), bertingkah laku (tabiat) berperangai atau beradat istiadat yang baik atau yang sesuai dengan ajaran Islam.[17]
2)      Tujuan Khusus
Adapun secara spesifik pendidikan akhlak bertujuan :
a)      Menumbuhkan pembentukan kebiasaan berakhlak mulia da beradat kebiasaan yang baik
b)      Memantapkan rasa keagamaan pada siswa, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan membenci akhlak yang rendah.
c)      Membiasakan siswa bersikap rela, optimis, percaya diri, emosi, tahan menderita dan sabar.
d)     Membimbing siswa ke arah dikap yang sehat dan dapat membantu mereka berinteraksi sosial yang baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah, dan menghargai orang lain.
e)      Membiasakan siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun di luar sekolah.
f)       Selalu tekun beribaah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.[18]
Adapun menurut Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi menjelaskan tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam Islam adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan mulia dalam bertingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan Islam adalah pendidikan moral dan akhlak.[19]
Dijelaskan juga menurut Ahmad Amin, bahwasannya tujuan pendidikan akhlak (etika) bukan hanya mengetahui pandangan atau teori, bahkan setengah dari tujuan itu adalah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi faedah kepada sesama manusia. maka etika itu adalah mendorong kehendak agar berbuat baik, akan tetapi ia tidak selalu berhasil kalau tidak ditaati oleh kesucian manusia.[20]

3.      Kompetensi sebagai karakter utama pendidik
a.       Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah pemahaman guru terhadap peserta didik, perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan sebagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik ini juga sering dimaknai sebagai kemampuan mengelola pembelajaran. Ini mencakup konsep kesiapan mengajar, yang ditunjukkan oleh penguasaan pengetahuan dan keterampilan mengajar. Mengajar merupakan pekerjaan yang kompleks, dan sifatnya multidimensional (Buchari Alma, 2008:141)
Dalam hal ini, guru harus menguasai kompetensi pedagogik, diantaranya:
1)      Menguasai karakteristik peserta didik,dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, cultural, emosional, dan intelektual
2)      Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
3)      Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkan
4)      Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik
5)      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran
6)      Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai yang dimiliki
7)      Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik
8)      Menyelenggarakan penilaian evaluasi proses dan hasil belajar
9)      Memanfaatkan hasil penilaian untuk kepentingan pembelajaran
10)  Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.[21]
b.      Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian dari seorang guru merupakan modal dasar bagi yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Kegiatan pendidikan pada dasarnya merupakan pengkhususan komunikasi personal antara guru dan peserta didik. Kompetensi kepribadian ini, berupa kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan akhlak mulia, sehingga dapat menjadi teladan.[22]
Sebagai guru mutlak memiliki kompetensi kepribadian, diantaranya;
1)      Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia
2)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teldan bagi peserta didik dan masyarakat
3)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
4)      Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri
5)      Menjunjung tinggi kode etik profesi guru[23]
c.       Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah penguasaan guru atas materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Menurut Wina Sanjaya (2006:145), kompetensi profesional merupakan kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas guru.
Sementara itu kompetensi profesional yang harus dimiliki guru sebagai berikut;
1)      Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diajarkan
2)      Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diajarkan
3)      Mengembangkan materi pembelajaran yang diajarkan secara kreatif
4)      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
d.      Kompetensi sosial
Menurut Buchari Alma (2008:142), kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara aktif dengan lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah.[24] Sementara itu kompetensi sosial yang harus dimiliki guru adala;
1)      Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertinmbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
2)      Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat
3)      Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keagamaan sosial budaya
4)      Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sistematis dan teliti dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan baru atau mendapatkan susunan atau tafsiran baru dari pengetahuan yang telah ada, dimana sikap orang bertindak ini kritis dan prosedur yang digunakan harus lengkap.[25]
A.    Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kualitatif atau kajian literatur murni atau disebut juga penelitian pustaka (library research), metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.[26]  Yaitu analisis untuk memperoleh data- data yang bersifat kualitatif yang digambarkan dengan kata- kata atau kalimat terpisah- pisah menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.

B.     Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.[27] Dalam penelitian ini hanya ada satu variabel (variabel bebas) yaitu etika seorang pendidik menurut Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi.
C.    Sumber Data
Penelitian ini diambil dari sumber data sebagai berikut :
1.      Sumber Primer
Sumber primer merupakan sumber  pokok yang digunakan dalam penulisan ini yang relevan dengan pembahasan, sumber ini yaitu kitab Taisirul kholaq, karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi. 


2.      Sumber Sekunder
Sumber sekunder merupakan penunjang yang dijadikan alat bantu dalam menganalisa terhadap permasalahan yang muncul, sumber ini yaitu buku-buku karya tokoh-tokoh pendidikan Islam kenamaan dan non Islam, serta tokoh psikologi yang mendukung pembahasan ini.
D.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan :
1.      Metode Historis
Metode ini digunakan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, dengan cara mengumpulkan mengevaluasi dan mensintetis bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.[28] Metode ini digunakan untuk mengungkap biografi dan pemikiran Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi.
2.      Metode Diskriptif
Metode ini digunakan untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.[29] Dalam hal ini digunakan untuk memaparkan pemikiran Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi tentang ilmu akhlaq.
E.     Teknik Analisis Data
Sedangkan dalam menganalisis data selanjutnya menggunakan :
1.      Metode Induktif
Metode induktif adalah cara berfikir dari fakta-fakta yang khusus-khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian khusus dari fakta-fakta atau generalisasi yang mempunyai sifat umum. [30]
2.      Metode Deduktif
Metode deduktif adalah cara penyajian yang berangkat dari hal-hal yang umum untuk ditarik kesimpulan yang lebih khusus atau apa saja yang dipandang benar pada suatu peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga sebagai hal yang benar pada semua peristiwa termasuk dalam kasus atau jenis itu.[31]
3.      Metode Komparatif
Metode ini menurut Dr. Arwani Sudjud menjelaskan yaitu membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan pandangan orang, group atau negara terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau ide-ide.[32] Metode ini digunakan dalam rangka mengkomparasikan pendapat atau pemikiran Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi dengan tokoh lain dalam pemikirannya tentang ilmu akhlaq.













BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

A.    Profil Obyek Penelitian
1.         Biografi Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi
Nama sebenarnya Hafid Hasan Al-Mas’udi ialah Abu al-Hasan Ali bin Husayn bin Ali al-Mas’udi atau Abu Hasan Ali bin al-Hasyn bin Abdulloh al-Ma’udi. Beliau di lahirkan di Baghdad  Iraq menjelang akhir abad ke-9M. Beliau dilaporkan meninggal dunia di Fustat (Mesir) pada tahun 345H/1956M. Pernyataan ini sama dalam al-Dhahabi dan surat tulisan al-Musabihi yang menyatakan al-Mas’udi meninggal dunia dalam bulan jumadilakhir 345H. Beliau berketurunan Arab yaitu keturunan Abdulloh bin Mas’udi seorang sahabat Nabi Muhammad saw.
Hafid Hasan Al-Mas’udi mendapat pendidikan secara langsung dari orang tuanya. Setelah dewasa, rancangan pertama yang dicadangkan ialah beralih kepada bidang sejarah dan adat istiadat dan cara hidup setiap negeri. Beliau mempunyai cita-cita yang tinggi. Atas dasar ingin menjalankan penyelidikan menyebabkan beliau menceburi bidang pelayaran ke seluruh pelosok dunia.[33]
2.         Karya-karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi
Syaikh Hafid Hasan Al-Mas;udi merupakam ulama yang ahli dalam berbagai bidang ilmu, seperti geografi, pelayaran, sampai dalam bidang ilmu keagamaan. Diantara karya-karyanya dalam bidang akhlak adalah kitab Taisirul Kholaq, dalam ilmu hadis beliau berhasil menulis sebuah kitab yang berjudul Minhah al-Mugis, sedangkan kitab Akhbar az-Zaman dan al-Ausat adalah karyanya dalam bidang sejarah.[34]
Tidak banyak para pendahulu yang mengulas sejarah Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi, para ahli waris juga sangat sulit untuk dilacak karena keberadaan penyusun yang tidak memungkinkan melacaknya sampai negara asal atau tempat dimana beliau berkiprah. Namun sekilas gambaran itu penyusun kira sudah mewakili, walaupun singkat.

B.  Diskripsi data
1.      Kandungan atau Isi Kitab Taisirul Kholaq
Kitab Taisirul kholaq ini merupakan sebuah kitab yang ringkas dari bagian ilmu akhlak. Kitab ini disusun untuk para pelajar yang mendalami ilmu-ilmu agama, dan dalam kitab ini juga mengetengahkan akhlak yang di butuhkan oleh para pelajar pemula. Hafid Hasan Al-Mas’udi menamakan kitabnya dengan judul “Taisirul Kholaq[35]
1.      KETAKWAAN
Ketakwaan adalah mematuhi perintah-perintah Allah Azzaa wajalla dan mematuhi larangan-larangan-Nya dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan.
Maka, ketakwaan tidak terwujud kecuali dengan menjauhi setiap perbuatan tercela dan mengamalkan setiap perbuatan terpuji.
Ketakwaan adalah jalan yang apabila ditempuh oleh seseorang, iapun telah mengikuti jalan yang benar. Ketakwaan juga merupakan tali yang erat, yang apabila seseorang berpegangan padanya, iapun selamat.
Sebab-sebabnya banyak.
Diantaranya : Manusia harus memperhatikan, bahwa dia adalah seorang hamba yang hina dan Tuhannya Maha kuat, dan Maha perkasa. Oleh karena itu, manusia yang hina tiodak patut mendurhakai Tuhan Yang Maha Perkasa, karena segenap dirinya berada dalam kekuasaan-Nya.
Diantaranya : Manusia harus mengingat kebaikan Allah kepadanya dalam segala keadaan. Barangsiapa yang demikian keadaannya, maka tidak patut diingkari nikmat-Nya.
Diantaranya : Manusia harus mengingat kematian, karena siapa yang meyakini bahwa dia akan mati dan meyakini bahwa di depannya hanya ada surga dan neraka, maka keyakinan itu mendorongnya untuk mengerjakan amal-amal baik, yang sesuai dengan kemampuannya.
Termasuk amal-amal yang baik adalah membantu kaum muslimin dan menunjukan simpati serta kasihg sayang kepada mereka, terutama apabila mereka pernah berbuat baik kepadanya.
Adapun buahnya adalah kebahagiaan didunia dan di akhirat.
Kebahagiaan didunia adalah derahat yang tinggi, nama baik, dan pujian serta memperoleh simpati dari masyarakat, karena sesungguhnya orang yang bertakwa, diagungkan oleh orang kecil ( awam ) dan disegani oleh orang-orang terkemuka.
Setiap orang berakalpun menganggapnya lebih patut diperlakukan dengan kebajikan dan kebaikan.
Sedangkan kebaikan diakhirat adalah keselamatan dari api neraka dan keberuntungan dengan masuk surga.[36]
Cukuplah kemuliaan bagi orang-orang bertakwa, bahwa Allah berfirman mengenai mereka :
ان الله مع الذين التقوا والذين هم محسنون
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. “            ( Q.S. An-Nahl:128 )

2.      ADAB-ADAB PENGAJAR
Pengajar adalah penunjuk jalan bagi murid untuk mencapai kesempurnaan dengan memberinya ilmu dan pengetahuan.
Oleh karena itu, disyaratkan bahwa pengajar harus mempunyai sifat-sifat terpuji, karena jiwa murid adalah lemah bila dibandingkan dengan jiwa pengajar.
Maka, apabila pengajar memiliki sifat-sifat sempurna, maka murid yang mengikuti petunjuk demikian pula.
Jika begitu, dia harus seorang yang bertakwa, rendah hati dan ramah tamah, supaya dicintai oleh murid-murid hingga mendapat faedah darinya. Hendaklah dia  seorang yang pemaaf dan berwibawa, supaya dijadikan teladan dan menampakan kasih sayang kepada para murid, supaya mereka bersemangan besar untuk menerima pelajarannya. Hendakalah dia menasihati dan mendidik mereka dengan pendidikan yang baik.
Janganlah dia memaksakan kepada mereka arti-arti kata yang sulit mereka pahami.[37]

3.      ADAB-ADAB PELAJAR
Pelajar mempunyai adab-adab untuk dirinya dan terhadap gurunya serta terhadap saudara-saudaranya.
Adab-adab untuk dirinya adalah banyak. Diantaranya : tidak bersikap sombong.
Diantaranya : bersikap tawadhu’ ( rendah diri ) dan jujur, supaya dicintai dan dipercaya oleh orang-orang.
Diantaranya : dia harus berjalan dengan tenang, menjauhkan pandangannya dari segala sesuatu yang diharamkan, dan harus bersikap jujur atas ilmu yang diajarkan kepadanya.
Maka, dia tidak boleh menjawab dengan sesuatu yang tidak diketahuinya.
Adapun adab-adab terhadap gurunya, antara lain dia harus meyakini, bahwa jasa guru lebih besar daripada jasa kedua orang tuanya, karena guru mendidik jiwanya.
Diantaranya : Dia harus tunduk didepannya dan duduk dengan dengan sopan mengahadapi pelajarannya serta mendengarkan perkataan yang diucapkannya.
Diantaranya : Tidak bergurau dan tidak memuji ulama lain dihadapannya, supaya gurunya tidak salah paham bahwa dia mencelanya.
Diantaranya : Dia tidak boleh malu bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya.
Adapun adab-adab terhadap temannya :
Diantaranya : Menghormati mereka dan tidak menghina salah seorang dari mereka serta tidak menganggap dirinya lebih tinggi dari mereka.
Diantaranya : Dia tidak boleh mengejek salah seorang dari mereka yang lamabat pemahamannya dan tidak boleh gembira bila guru menegur salah seorang teman yang melakukan kesalahan, karena kedua perbuatan itu bisa menimbulkan kebencian dan permusuhan.[38]

4.      HAK-HAK KEDUA ORANG TUA
Ayah dan Ibu : Keduanya adalah penyebab keberadaan manusia. Kalau bukan karena penderitaan yang mereka rasakan,niscaya dia tidak beristirahat. Dan kalau bukan karena penederitaan yang dirasakan keduanya, niscaya dia tidak merasa senang.
Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah apayah pula.
Ayahnya telah mencurahkan segenap kemampuannya untuk menghasilkan manfaat baginya, dan pemeliharaan jasmani dan rohaninya.
Maka, manusia wajib mengingat nikmat yang diberikan kedua orang tua untuk mensyukurinya.
Dia harus mematuhi perintah keduanya, kecuali bila meenyuruh melakukan maksiat. Hendaklah dia duduk bersama kedua orang tuanyadengan tunduk dan tidak memperhatikan kekeliruan mereka serta tidak mengganggu keduanya, walaupun dengan mengucapkan perkataan “hus”. Janganlah suka membantah kedua orang tuanya dan tidak berjalan didepan keduanya, kecuali dalam keadaan melayani mereka.
Hendaklah dia mendoakan kedua orang tuanya, agar keduanya diberi rahmat dan ampunan; dan hendaklah menyuruh keduanya berbuat baik dan melarang keduanya melakukan perbuatan mungkar, supaya bisa menyelamatkan keduanya dari api neraka, sebagaimana keduanya telah menyebabkan keberadaannya.
Allah ta’ala berfirman :
وقضى ربك الا تعبدوا الا اياه و باالوالدين احسنا اما يبلغن عندك الكبر احدهما او كلاهما فلا تقل لهما اف ولا تنهر هما وقل لهما قولا كريما 0 واخفض لهما جناح الذل من الرحمة و قل رب ارحمهما كما ربيانى صغيرا 0
Dan Tuhanmu telah memerintahkan, supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang keduanya atau kedua-duanya sampai berunmur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka telah mendidik aku sewaktu aku kecil.”   ( Q.S. Al-israa’ : 23-24 )
Disamping itu hendaklah dia mengkhususkan ibu dengan tambahan kebajikan, berdasarkan sabda Nabi SAW ; “kewajiban anak berbakti kepada ibu adalah dua kali lipat berbakti kepada ayah.”[39]

5.      HAK-HAK KERABAT
Kerabat manusia adalah mereka yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengannya.
Allah ta’ala telah menyuruh menyambung hubungan kekeluargaan dan melarang memutuskannya.
Nabi saw. Bersabda: “ Allah ta’ala berfirman ( dalam hadist Qudsi ): ‘ aku adalah Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Pengasih )dan inilah Ar-Rahim (Sanak keluarga). Aku mengambil darinya salah satu nama-Ku. Maka, siapa yang menyambungkannya, Aku pun menyambung hubungan dengannya. Dan siapa yang memutuskannya, Aku pun memutus hubungan dengannya.’ ”.
Oleh karena itu manusia harus memperhatikan hak-hak mereka dan menunaikannya. Maka, mereka tidak boleh mengganggu seseorang dari mereka dengan suatu perbuatan atau perkataan.
Hendaklah mereka bersikap rendah hati kepada mereka dan menahan gangguan mereka, walaupun mereka berbuat aniaya kepadanya. Hendaklah dia bertanya tentang orang yang tidak hadir diantara mereka.
Hendaklah dia membantu mereka untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan mereka, jika dia mampu.
Hendaklah pula dia mencegah bahaya dari mereka sedapat mungkin. Bilamana mereka tidak membutuhkan sesuatu, hendaklah dia sering mengunjungi mereka.[40]
,
6.      HAK-HAK PARA TETANGGA
Tetangga ialah orang yang rumahnya berada didekatmu hingga 40 rumah disetiap sisi.
Ia mempunyai hak-hak kepadamu :
Diantaranya : Hendaklah kamu mendahului memberi salam dan berbuat baik kepadanya.
Kamu memberi dia imbalan atas kebaikannya, apabila dia lebih dahulu melakukannya kepadamu.
Kamu memberikannya hak-hak keuangannya yang ada padamu. Kamu jenguk dia apabila dia sakit, kamu beri dia ucapan selamat bila gembira dan kamu hibur dia bila mengalami musibah.
Janganlah memandang dengan sengaja kepada wanita-wanitanya,walaupun mereka adalah pelayannya.
Hendaklah kamu tutupi kejelekannya dan menyingkirkan gangguan darinya sedapat mungkin serta menghadapinya dengan wajah ceria dan penghormatan.
Nabi saw bersabda : “barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tetangganya.” ( Arbain nawawi : 44 )
Diriwayatkan dari Aisyah R.a., dari Nabi saw., beliau bersabda : “ Jibril senantiasa berwasiat kepadaku mengenai tetangga, hingga aku mengira dia akan menjadikannya pewaris.”[41]

7.      ADAB-ADAB PERGAULAN
Adab-adabnya banyak : Diantaranya, menampakan wajah ceria, ramah tamah, mendengarkan pembicaraan teman, bersikap tenang tanpa sombong, diam ketika teman bergurau, memaafkan kesalahan, suka menolong, tidak membanggakan kedudukan dan kekayaan, karena hal itu bisa menyebabkan kehinaan dalam pandangan orang banyak.
Diantaranya : Menyembunyikan rahasia, karena tidak ada harganya orang yang tidak bisa menyembunyikan rahasia.
Penyair berkata :
“ Apabila manusia tidak menjaga tiga perkara, maka juallah ia walaupun dengan segenggam abu. Kesetiaan kepada teman dan memberikan harta, serta menyimpan rahasia didalam hati.”[42]

8.      KERUKUNAN
Kerukunan adalah rasa senang dengan orang-orang lain dan gembira berjumpa dengan mereka. Sebab-sebabnya ada lima:
Pertama : Agama. Karena sesungguhnya kesempurnaan iman menimulkan kasih sayang
Kedua : Nasab. Karena sesungguhnya manusia menyayangi para kerabatnya dan menunjukan kecintaan kepada mereka serta mencegah gangguang dari mereka, sebagaimana dikatakan Nabi saw., : “ Sesungguhnya hubungan kerabat itu apabila mendekat, akan timbul saling menyayangi.”
Ketiga : hubungan perkawaninan. Karena apabila manusia mencintai istrinya, diapun mencintai setiap orang yang berhubungan nasab dengannya.
Khalid Bin Yazid bin Mu’awiyah berkata : “ Makhluk Allah yang paliung kubenci adalah keluarga Az-Zubair, hingga aku mangawini wanita salah seorang dari mereka. Maka merekapun menjadi makhluk Allah yang paling kucintai.”
Keempat : Kebajikan yaitu berbuat baik kepada orang-orang.
Penyair berkata :
“ Berbuatlah baik kepada orang-orang niscaya kamu tundukan hati mereka,
Maka, sering terjadi manusia ditundukkan oleh perlakuan baik. “
Kelima : Persaudaraan. Sebagaimana Rasulullah saw. Mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, supaya ikatan mereka menjadi kuat dan kerukunan mereka bertambah.
Keutamaan dari kerukunan adalah memberi dan mengambil faedah, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan ketakwaan. Dengan itu semua kedaan menjadi baik dan segala urusan menjadi beres.[43]
Allah ta’ala berfirman : “
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا.......
Dan berpeganglah kamu sekalian pada tali Allah dan jangan bercerai-cerai.”

9.      PERSAUDARAAN
Persaudaraan adalah ikatan antara dua orang yang terjalin cinta kasih antara keduanya.
Maka, diminta dari masing-masing untuk saling menolong dengan harta atau jiwa, memaafkan kesalahan, bersikap ikhlas, setia, meringankan sesamanya, tidak memaksanya untuk berbuat sesuatu, tidak mengucapkan perkataan yang mengganggu, dan berbicara tentang segala sesuatu yang diridhai syarak dan diterima agama.
Maka, dia menyuruhnya berbuat yang baik dan melarangnya berbuat yang mungkar serta mendoakannya, agar berada dalam keadaan yang baik dan selalu menempuh jalan yang benar.
Keutamaan persaudaraan adalah besar, karena persaudaraan mendorong manusia untuk berperilaku baik dan mempersatukan diantara hati sesama manusia.
Dengan persaudaraan hubungan kekeluargaan dapat diperbaiki dan Allah menjadikannya sebagai buah ketakwaan.[44]
Maka Allah swt. Berfirman :
فاتقوا الله و اصلحوا ذا ت بينكم........
Maka, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan damaikanlah orang yang berselisih diantara kamu.”

10.  ADAB-ADAB MAJELIS
Barangsiapa yang mendatangi majelis, dia harus memberi salam lebih dahulu kepada para hadirin dan duduk dimana majelis itu berakhir.
Dia harus menghindari perkataan-perkataan kaum awam yang kosong dari faedah.
Dia harus mengubah kemungkaran dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka boleh mengubahnya dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka cukuplah mengingkarinya dengan hatinya. Selain itu hendaklah berdirilah dari majelis, bilamana tidak ada keperluan mendesak baginya untuk tinggal disitu.
Dia tidak boleh menghina seseorang yang duduk disitu, karena barangkali dia lebih baik darinya disisi Allah.
Dia tidak boleh pula mengagungkan seseorang karena hartanya, karena hal itu bisa melemahkan agama dan menjatuhkan harga diri. Jika berada dijalan, hendaklah dia menundukan pandangannya, menolong orang yang teraniaya dan orang yang lemah, membimbing orang yang tersesat dan menjawab salam kepada orang yang memulainya serta memberi sedekah kepada pengemis.
Hendaklah dia duduk dengan tenang ditempat duduknya, karena hal itu lebih mendorong orang lain utuk menghormatinya dan memperhatikan dirinya.[45]

11.  ADAB-ADAB MAKAN
Adab-adab sebelum makan adalah membasuh kedua tangan dan meletakan makanan diatas suprah dilantai, duduk dan berniat takwa dengan melakukan ibadah.
Janganlah dia makan sampai kenyang. Hendaklah dia puas dengan makanan yang ada dan tidak mencelanya serta mengajak orang lain untuk makan bersamanya.
Adab disaat makan adalah memulai dengan ucapan basmalah yang keras, supaya bisa mengingatkan yang lainnya. Makan dengan tangan kanan, mengecilkan makanan dan mengunyahnya dengan baik, tidak mengulurkan tangannya ke makanan yang lainnya, sebelum selesai memakannya.
Makanlah dari makanan yang ada didepannya, kecuali buah-buahan. Janganlah meniup pada makanan dan jangan memotongnya dengan pisau serta jangan mengusap tangan dengannya.
Janganlah dia mengumpulkan kurma dengan bijinya dalam satu wadah dan jangan minum air, kecuali bila membutuhkannya.
Adab sesudah makan adalah berdiri sebelum kekenyangan, mencuci kedua tangan sesudah menjilatnya dan memungut sisa makanan yang tercecer serta mengucapkan Alhamdulillah.[46]

12.  ADAB-ADAB MINUM
Adab-adabnya banyak, diantaranya : Memegang gelas dengan tangan kanan dan melihat kedalamnya sebelum minum, menyebut nama Allah, duduk dan mengisap air, karena meneguknya sekaligus adalah membahayakan hati.
Nabi saw. Bersabda : “ isaplah air dengan isapan, dan jangan meneguknya sekaligus.“
Diantaranya : Minum dalam tiga nafas. Hendaklah menyebut nama Alllah dalam setiap nafas dan mengucapkan Alhamdulillah pada akhirnya, tidak menarik nafas di dalam gelas dan tidak bersendawa didalamnya.
Apabila dia minum dan ingin memberi minum orang lain, maka hendaklah dia mendahulukan orang yang berada disebelah kanannya sebelum orang yang berada disebelah kirinya, meskipun oarng yang yang disebelah kirinya lebih utama dari orang yang berada disebelah kanannya. Karena Nabi saw. memberi minum seorang dusun yang duduk disebelah kanannya sebelum Abu Bakar dan Umar r.a. Beliau bersabda : “ Yang sebelah kanan, lalu yang sebelah kanan.”[47]

13.  ADAB-ADAB TIDUR
Adab-adabnya adalah bersuci dari hadas dan tidur diatas sisinya yang bagian kanan sambil menghadap kiblat dan meniatkan tidurnya untuk beristirahat, supaya badannya menjadi kuat untuk beribadah.
Disamping itu menyebut nama Allah Ta’ala ketika hendak tidur dan bangun dari tidur.
Adalah Nabi saw. apabila hendak tidur diwaktu malam hari, beliau meletakan tangannya dibawah pipinya.
Kemudian beliau berdoa : اللهم بسمك احي و اموت( Ya Allah, dengan menyebut Nama-Mu aku hidup dan aku mati ).”
Apabila bangun beliau mengucapkan : الحمد لله الذى احينا بعد ما اماتنا و اليه النشور  ( Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kami dibangkitkan ).[48]

14.  ADAB-ADAB DI DALAM MASJID
Masjid adalah rumah Allah. Barangsiapa hatinya bergantung pada mesjid, maka Allah menaunginya dalam naungan-Nya pada hari kiamat, sebagaimana disebutkan dalam hadist. Maka seorang muslim diminta berjalan kemesjid dengan kerinduan disertai ketenangan dan kewibawaan.
Hendaklah dia masuk dengan mendahulukan kaki kanannya sambil membersihkan kedua sandalnya di luarnya, kemudian ucapkanlah diwaktu masuk : اللهم افتح لى ابوب رحمتك “( Ya Allah bukalah bagiku pintu-pintu Rahmat-Mu )
Kemudian, hendaklah dia mengerjakan salat tahiyat mesjid dan mengucapkan salam, meskipun mesjidnya kosong dari manusia. Karena, mesjid itu tidak kososng dari setan dan malaikat.
Hendaklah dia duduk ddengan niat takarub dan memeperhatikan Allah Ta’ala serta banyak berdzikir, menahan nafsu dari berbagai keinginan dan menjauhi pertengkaran.
Janganlah dia berpindah dari tempatnya, kecuali untuk suatu keperluan.
Janganlah dia mencari barang hilang dan jangan mengeraskan suaranya dihadapan orang-orang yang sedang shalat.
Janganlah dia lewat didepan mereka dan jangan menyibukan diri dengan suatu perbuatan serta jangan berbicara tentang urusan dunia, supaya selamat dari ancaman yang terdapat dalam sabda Nabi saw.
akan muncul diakhir zaman orang-orang dari umatku. Mereka mendatangi mesjid-mesjid dan duduk disitu dalam bentuk lingkaran. Mereka hanya membicarakan urusan dunia dan mencintai dunia.
Janganlah kamu duduk dengan mereka. Allah tidak mempunyai keperluan dengan mereka. “
Apabila hendak keluar dari mesjid, hendaklah dia memulai dari kaki kirinya dan meletakannya diatas punggung sandalnya, kemudian memakai sandalnya yang kanan lebih dulu dan mengucapkan ketika keluar : اللهم انى اسالك من فضلك , ( Ya allah, aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu )
Nabi saw. bersabda : Allah Ta’ala berfirman : “ Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi adalah Mesjid-mesjid dan tamu-tamu-Ku disitu ialah orang-orang yang shalat di dalamnya. Maka beruntunglah orang bersuci didalamnya, kemudian mengunjungi-Ku di rumah-Ku. Adalah wajib bagi tuan rumah untuk menghormati tamunya.”
Diriwayatkan dari Anas r.a. : “ Barangsiapa menyalakan lampu didalam masjid, maka para malaikat dan pemikul Arsy, senantiasa memohonkan ampun baginya, selama cahanya masih ada di mesjid itu.”[49]

15.  KEBERSIHAN
Ketahuilah, bahwa kebersihan badan, baju dan tempat itu dituntut oleh syara’.
Maka  manusia harus membersihkan badannya, memelihara rambut kepalanya dengan menyisir dan meminyakinya, mencuci kedua telinga dan mengusapnya, berkumur, bersiwak, menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya serta membersihkan kuku-kukunya dengan mencuci kotoran yang ada di bawahnya.
Adalah Nabi saw. meminyaki kepalanya dan menyisir rambutnya.
Dia patut pula membersihkan bajunya dengan menggunakan air saja atau memakai sabun  jika perlu.
Diapun patut membersihkan tempatnya. Hal itu disebabkan kebersihan dapat memelihara kesehatan dan menghilangkan kesusahan serta menimbulkan kegembiraan, menyenangkan teman dan menampakkan nikmat Allah Ta’ala.[50]
Allah Azza wa Jalla berfirman : “
    فاما بنعمة ربك فحدث
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya ( dengan bersyukur ).”

16.  KEJUJURAN DAN KEBOHONGAN
Kejujuran adalah mengabarkaan sesuatu sesuai dengan kenyataannya.
Kebohongan adalah mengabarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Sebab-sebab kejujuran adalah akal, agama dan harga diri, karena akal bisa memahami manfaat kejujuran dan bahaya dusta. Maka pelakunya tidak menyukai bahaya untuk dirinya, sehingga dia selalu berkata jujur, karena agama menyuruhnya berkata jujur dan melarang kebalikannya.
Begitu pula pemilik harga diri, tidak menyukai untuk dirinya selain kejujuran, karena dia ingin berhias dengan semua sifat baik, sedangkan tiadaa keindahan dalam dusta.
Penyebab dusta adalah keinginan untuk mendatnagkan manfaat dan keinginan untuk menolak bahaya, karena manusia terkadang melihat keselamatan yang cepat dalam dusta sehingga dia melakukannya.
Terkadang juga dia melihat kebalikannya dalam kejujuran, sehingga dia tidak melakukannya.
Bahaya dusta kembali kepada pelakunya, hingga dia dihinakan dan hilang kepercayaan padanya. Dia dilecehkan di dunia dan dihukum diakhirat.
Juga kembali kepada selain pelakuknya, karena pendusta menjanjikan kebaikan pada orang lain, kemudian mengingkarinya,  hingga dia merasa kecewa harapannya sia-sia.
Karena hal itu bisa menimbulkan ghibah dan namimah, sehingga menyebabkan orang-orang saling membenci dan saling memusuhi.
Cukuplah sebagai celaan atas perkataan dusta, yaitu firman Allah Ta’ala :
  انما يفترى الكذب الذين لا يؤمن بآيت الله..........
 Sesungguhnya         yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah.”        ( Q.S. An-Nahl : 105 )
Sedangkan sabda Nabi saw. : “ Apabila hamba berdusta sekali, maka malaikat menjauh darinya satu mil lantaran bau busuk yang dibawanya .”
Cukuplah sebagai pujian atas kejujuran, yaitu firman Allah Ta’ala :
  ياايها الذين آمنوا اتقواالله وكونوا مع الصادقين
 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).”     ( Q.S. At-taubah : 119 )
Adapun sabda Nabi saw.  Utamakanlah perkataan yang benar (jujur), walaupun kamu melihat bahwa didalamnyaa ada kebinasaan, karena sesungguhnya disitu terdapat keselamatan.”[51]

17.  AMANAT
Amanat adalah menunaikan hak-hak Allah Ta’ala dan hak-hak para hamba-Nya.
Denngan amanat agama menjadi sempurna dan kehormatan terlindung serta harta benda terjaga. Karena menunaikan hak-hak Allah berarti melakukan perbuatan-perbuatan yang di larang. Penunaian hak-hak para hamba-Nya berati mengembalikan barang-barang titipan, tidak mengurangi takaran, timbangan atau sukatan dan tidak suka menyiarkan rahasia dan kejelekan orang lain. Selain itu, dia memilih bagi dirinya apa yang lebih baik baginya dalam urusan agama dan dunia.
Allah Ta’ala berfirman :
  ان الله يآمركم ان تؤدوا الامانت الى اهلها..........
 Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikaan amanat kepada yang berhak menerimanya.”( Q.S. An-Nisaa : 58 )
Nabi saw.  bersabda : “ Tiada iman bagi orang yang tidak memelihara amanat dan tiada iman bagi orang yang tidak menepati janji.”
Kebalikan amanat adalah khianat. Yaitu melanngar kebenaran dengan menyalahi janji dalam keadaan sembunyi.
Bahayanya banyak. Diantaranya : Pelakunya disifati sebagai curang, agamanya berkurag, semangatnya merosot dan jiwanya rendah.
Diantaranya : Orang-orang menjauhinya, karena dia berbuat buruk kepada mereka dan tangannya di potong bila dia mencuri dari mereka. Karena Allah membenci dan menyiksanya, lantaran dia tidak memeperdulikan apa yang diwajibkan Allah atasnya.[52]
Allah Ta’ala berfirman :

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menkhianati Allah dan Rasul ( Muhammad ) dan ( juga ) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanta yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” ( Q.S.Al-Anfaal : 27 )
           
18.  KESUCIAN DIRI
Yang dimaksud dengannya adalah sifat yang mencegah diri dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan hawa nafsu yang rendah.
Sifat ini adalah sifat termulia dan sifat tertinggi. Dari sifat itu berkembang banyak sifat utama. Misalnya : kesabaran, qana’ah ( menerima apa adanya ), kedermawanan, suka damai, warak ( berhati-hati anatara halal dan haram ), kewibawaan, rasa sayang dan rasa malu.
Sifat ini dalah harta bagi orang yang tidak berhartaa dan mahkota bagi orang yang tidak mempunyai kemuliaan.
Penyebabnya adalah tidak adanya ketamakan dan tiadanya keserakahan dalam mencari harta dan rasa puas dengan apa yang memang dibutuhkannya.
Allah Ta’ala berfirman : “ Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya, karena memelihara diri dari meminta-minta.”       ( Q.S. Al-Baqarah : 273 )
Rasulullah saw.  bersabda : “ Beruntunglah orang yang mendapat petunjuk hingga masuk islam dan penghidupannya pas-pasan dan menerima apa yang ada.”[53]

19.  MURUAH ( BUDI LUHUR )
Sifat ini adalh sifat yang mendorong untuk berperang pada sifat budi pekerti yang mulia dan kebisaan-kebiasan yang baik.
Penyebabnya adalah semangat yang tinggi dan jiwa yang mulia, karena orang yang bersemangat tinggi dan berjiwa mulia, tujuannya adalah memiliki sifat-sifat luhur dan mencapai sifat-sifat utama, memiliki budi pekerti mulia, bersikap murah hati dan mencegah gangguan.
Budi luhur adalah tanda kesucian, kebersighan dan pemeliharaan diri.
Oleh karena itu, orang yang mempunyai budi luhur adalah seorrang yang bertakwa, jauh dari sifat tamak, rela dengan apa yang diberikan Allah baginya tanpa mengharapkan milik orang lain.
Termasuk yang menunjukan pujian atas sifat muruah ( budi pekerti ) adalah sabda Nabi saw :
Sesungguhnya Allah menyukai sifat-sifat yang luhur dan yang paling mulia.”[54]


20.  SIFAT PEMAAF
Sifat pemaaf mendorong pemiliknya untuk tidak membalas dendam kepada orang yang mebuatnya marah, meskipun dia mampu untuk melakukan itu.
Penyebabnya adalah kasih sayang kepada orang-orang yang bodoh, menghindari saling memaki, merasa malu terhadap balasan dari jawaban, bermurah hati pada pelaku kejahatan, memlihara nikmat yang lau atau melakukan tipu daya dan menunggu kesempatan.
Hal itu disebabkan menhindari saling memaki termasuk kemuliaan jiwa dan semangat yang tinggi, sedangkan rasa malu termasuk pemeliharaan diri dan kesempurnaan harga diri, dan pemeliharaan nikmat yang lalu termasuk kesetiaan. Sedangkan tipu daya dan menunggu kesempatan termasuk kelicikan, karena siapa yang tampak kemarahannya, sedikitlah tipu dayanya.
Nabi saw. bersabda mengenai pujian atas orang yang mempunyai sifat pemaaf :
Sesungguhnya Allah mencintai orang yang pemalu dan pemaaf serta membenci orang yang berkata keji dan berkata kotor. “[55]


21.  KEDERMAWANAN
Kedermawanan adalah memberikan harta tanpa diminta dan tanpa mempunyai hak.
Perbuatan ini adalah suatu perbuatan utama yang dianjurkan dan perilaku terpuji, karena didalamnya terdapat ikatan hati sesama manusia dan kesatuannya.
Maka, pemanfaatannya menjadi besar dan merata kepada semua orang. Adalah Nabi saw. memberi suatu pemberian sebagi orang yang tidak takut miskin.
Dalam hadis Jibril berkata : Allah Ta’ala berfirman : “Ini adalah agama yang aku ridhai untuk diri-Ku an tidak ada yang memperbaikinya, kecuali kedermawanan dan kelakuan baik. Maka muliakanlah agama ini dengan keduanya, sesuai kemampuanmu. “[56]

22.  TAWADHU’ ( RENDAH DIRI )
Tawadhu’ adalah sikap merrendahkan diri dan ramah tamah tanpa merasa hina dan rendah.
Yang dimaksud dengannya adalah memberikan kepada setiap yang berhak apa yang menjadi haknya.
Sikap tawadhu’ tidak mengangkat orang yang hina dari derajatny dan tidak menurunkan orang yang mulia dari kedudukannya.
Sikap tawadhu’ adalah penyebab ketinggian derajat dan faktor penyebab kemuliaan.
Nabi saw. bersabda : “ Barangsiapa merendahkan diri karena Allah. Diapun akan mengangkat derajatnya .”[57]


23.  KEMULIAAN DIRI
Kemuliaan diri adalah sifat dengan mana manusia menjadikan dirinya dalam derajat yang tinggi dan kedudukan terhormat.
Penyebabnya adalah karena manusia mengetahui siapa dirinya.
Buahnya adalah bertahan dan bersabar dalam menghadapi kesulitan hidup dan tidak menampakan kebutuhan, menghormati dirinya dan perlakukan baik dari Alllah kepadanya.
Allah Ta’ala berfirman : “ Kemuliaan itu hanya bagi Allah dan Rasul-Nya serta bagi orang-orang mukmin.”        ( Q.S. Al-mu’minun : 8 )
Nabi saw. bersabda : “ Semoga Allah merahmati manusia yang mengetahui harga dirinya.”

24.  DENDAM
Dendam adalah menyembunyikan niat jahat dan keinginginan kuat untuk mengganggu.
Penyebabnya adalah amarah dan diikuti oleh delapan perkara yang diharamkan, yaitu kedengkian orang yang menjadi sasaran dendam, kegembiraan atas musibah yang menimpanya, memutus hubungan dengannya, meskipun dia bersimpati kepadanya, berpaling darinya dengan meremehkannya, berkata keji tentang dirinya, misalnya menggunjingnya, menyiarkaan rahasianya dan menirunya dengan maksud mengejeknya, mengganngunya dengan sesuatu yang menyakiti badannya, mencegahnya dari haknya, misalnya tidak melunasi utangnya.
Termasuk dalil yang menunjukan celaan atas sifat dendam adalah sabda Nabi saw. : “ Orang mukmin bukan seorang pendendam.”[58]

25.  DENGKI
Dengki adalah mengharap hilangnya nikmat dari orang lain. Adapun mengharap seperti yang dimiliki orang lain, maka hal itu dinamakan iri hati dan tidak tercela, tetapi dianjurkan.
Karena rasa iri itu penyebab untuk menghasilkan sifat-sifat terpuji.
Oleh karena itu, Nabi saw. Bersabda: “orang mukmin itu hanya iri, sedangkan orang munafik adalah mendengki.
Penyebab iri hati ada tiga:
Pertama: Membenci orang yang menjadi sasaran dengki, karena dia memiliki sifat baik atau nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
Kedua: Ada keunggulan dari orang yang menjadi sasaran dengki dalam suatu hal, sehingga tidak dapat dicapai oleh orang yang dengki.
Ketiga: Kekikiran orang yang dengki untuk memberikan kebaikan-kebaikan, sehingga dia dengki kepada setiap orang yang memperoleh kebaikan.
Yang menghilangkan sifat dengki dari dalam hati adalah berpegang teguh pada agama dan memperhatikan bahaya yang ditimbulkan oleh sifat dengki serta ridha dengan qadha dan qadar.
Hadits yang mencela sifat dengki adalah sabda Nabi saw: “kedengkian itu memakan kebaikan, seperti api yang memakan kayu.”

26.  GHIBAH (PERGUNJINGAN)

Ghibah adalah menyebut sifat yang tidak engkau sukai pada saudaramu, walaupun dimukanya.
Seperti perkataanmu: Si Fulan pincang, fasik, miskin, atau pendek bajunya dengan maksud menghinanya.
Penyebabnya ada delapan perkara yaitu: rasa dengki, melampiaskan kejengkelan, ingin mengungguli, keinginan untuk menghalangi orang yang diganggu dari mencapai tujuannya, tujuan untuk membersihkan diri, mengambil hati teman-teman, bergurau atau mengejek.
Bukanlah termasuk ghibah, celaan terhadap orang yang berbuat tidak sebagaimana mestinya dan membimbingnya kepada perbuatan yang menimbulkan maslahat padanya. Karena allah Azza wa Jalla tidak melarang nasihat, tetapi melarang ghibah dan sangat mencelanya.[59]
Maka Allah berfirman:

Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Adakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik padanya.” (Q.S. Al-Hujarat: 12)


27.  NAMIMAH (MENGADU DOMBA)
Namimah adalah menceritakan perkataan orang lain, perbuatan atau keadaannya kepada orang lain dengan tujuan merusak.
Penyebabnya, bisa karena ingin berbuat jahat terhadap orang yang diceritakannya atau menunjukan cinta terhadap orang yang menerima cerita itu darinya atau berbicara yang tidak perlu.
Yang mencegah manusia dari namimah adalah pengetahuannya, bahwa namimah itu menyebabkan pemutusan hubungan dan menyalakan api permusuhan serta menyebabkan hukuman.
Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya yang paling dicintai Allah diantara kamu adalah orang-orang yang mencintai orang lain dan dicintai oleh orang lain. Dan yang paling dibenci Allah diantara kamu ialah orang yang suka berkeliling melakukan namimah dan memecah belah diantara sesama saudara.
Nabi saw. bersabda: “Tidaklah masuk surga orang yang suka melakukan namimah.[60]

28.  KESOMBONGAN
Kesombongan adalah menganggap diri besar dan menilai dirinya lebih tinggi dari pada orang lain.
Kejelekannya banya. Diantranya: dia mengganggu orang lain, memutuskan tali cinta, memecah-belah dintara sesama manusia dan menyebabkan orang-orang membenci temannya serta persekongkolan mereka untuk mengganggunya.
Diantaranya lagi: pemilik sifat ini tidak tunduk pada kebenaran dan tidak menahan amarah serta tidak bersikap lemah lembut ketika memberi nasihat.
Cukuplah keterangannya, bahwa kesombongan adalah tercela, yaitu sabda Nabi saw. : “Tidak masuk surga orang yang didalam hatinya terdapat kesombongan sebesar atom.
Barang siapa mengetahui, bahwa dia diciptakan dari setetes air mani dan akan berakhir menjadi bangkai, maka mudahlah baginya meninggalkan kesombongan yang penyebabnya adalah kebanggaan diri. [61]

29.  GHURUR
Ghurur adalah ketenangan jiwa pada sesuatu yang cocok dengan hawa nafsunya dan tabiat condong padanya dengan sebab syubhat syaitaniyah.
Ghurur ada dua macam,  pertama : Ghurur orang-orang kafir yang menukar akhirat dengan kehidupan dunia.
Diantara mereka ada yang condong pada dunia dan kenikmatannya serta mengingkari kebangkitan.
Diantara mereka lagi ada yang terperdaya oleh kepemimpinanya di dunia, lalu menyangka bahwa dia lebih patut mendapatkan akhirat dan rahmat.
Kedua: Ghurur menimpa orang-orang mukmin yang durhaka.
Diantara mereka ada yang tidak mau beramal karena terpedaya dengan keluasan ampunan Allah, mengandalkan ketaatan pada orang tuanya atau mengandalkan ilmunya yang banyak. Yang pertama tidak tahu, bahwa mengharapkan sesuatu tanpa melakukan sebab-sebabnya adalah harapan yang tercela. Sedangkan yang kedua tidak ingat firman Allah:
Dan takutlah suatu hari yang (pada saat itu ) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat pula menolong bapaknya sedikitpun.” (Q.S. Lukman: 33)
Yang ketiga tidak menyadari, bahwa ilmu tanpa amal adalah seperti pohon tanpa buah.
Diantara mereka ada yang terpedaya dengan ibadahnya yang banyak, sehingga dia menyangka bahwa dia lebih berhak untuk dimaafkan dari pada yang lainnya.
Dia tidak tahu bahwa sikap itu menghilangkan keikhlasannya dan menghilangkan pahala amal-amalnya.
Diantara mereka adapula yang teredaya dengan hartanya yang banyak. Maka dia mengira, bahwa dengan itu dia bisa mengungguli yang lain. Diapun condong pada kesenangan dunia dan melupakan karunia Allah padanya.
Diantara kejelekan ghurur adalah menyebabkan kesombongan yang telah mencegah pemiliknya masuk surga.[62]

30.  KEZALIMAN
Kezaliman adalah keluar dari batas keadilan dengan mengurangi sesuatu  atau melampaui batas. Maka, kezaliman itu mencakup semua maksiat dan meliputi berbagai macam perbuatan yang hina. Pelakunya bisa berbuat zalim terhadap  dirinya sendiri atau orang lain.
Kezaliman terhadap diri sendiri artinya tidak mentaati perintah Allah Swt. dengan semestinya atau tidak beriman.
Sedangkan kezaliman terhadap orang lain artinya kurang memenuhi haknya, misalnya mengganggu tetangga, menghina tamu, mengarang (berbuat) dusta, melakukan ghibah dan namimah.[63]
Nabi saw. bersabda: “Kezaliman itu menimbulkan kegelapan-kegelapn di hari kiamat. ” Dalam hadits qudsi Allah berfirman: “Hai, hamba-hamba-Ku, Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan mengharamkan diantara kamu sekalian. Maka, janganlah kamu saling menzalimi.

31.  KEADILAN
Keadilan adalah bersikap di tengah dalam segala urusan dan berjalan di dalamnya sesuai dengan syariat.
Keadilan ada dua macam:
Pertama: keadilan manusia dalam dirinya dengan menempuh jalan yang lurus.
Kedua: keadilannya terhadap orang lain. Keadilan ini ada tiga macam:
1.      Keadilan penguasa terhadap rakyatnya dengan bersikap baik dan memberi pada setiap yang berhak, tentang sesuatu yang menjadi haknya.
2.      Keadilan rakyat terhadap penguasa dan murid terhadap gurunya serta anak kepada orang tuaya dengan ikhlas dan taat.
3.      Keadilan manusia terhadap sesamanya dengan tidak bersikap sombong terhadap mereka dan mencegah gangguan dari mereka.[64]
Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh  berbuat adil dan baik.” Adapun keadilan, maka kamu telah mengetahuinya. Sedangkan mengenai Al-Ihsan, maka telah disebutkan dalam hadits: “Apabila kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka  hal ini adalah kesempurnaan iman dan puncak ketundukan.”

a.       Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan
Dalam kitab Taisirul Kholaq dijelaskan tentang perintah taqwa. Pengertian taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Orang yang bertaqwa selalu menjaga sikap dan perilakunya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Mereka yang bertaqwa senantiasa bersikap ihsan dalam setiap keadaan, mereka yakin dimanapun dan kapanpun Allah selalu melihatnya. Sebagaimana sabda Rosulullah saw, hendaklah kalian beribadah hanya karena Allah, meskipun kita tidak bisa melihat Allah yakinlah dalam hati bahwa allah pasti melihat kita.
Dengan memperoleh ketaqwaan, seseorang tentunya akan melaksanakan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah, seperti bersikap jujur, adil, saling memaafkan, dan senantiasa bersikap sabar.
b.      Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri
1)      Nilai kebersihan
Hendaknya setiap pribadi senantiasa hidup bersih, baik bersih badan, pakaian, maupun tempat, karena hal itu sangat dianjurkan oleh syara’. Wajib bagi seseorang untuk membersihkan badannya, selain bersih badan, hendaknya senantiasa membersihkan pakaiannya yang hendak dipakai, dan yang terakhir setiap individu wajib membersihkan tempat yang didiaminya, sebab dengan hidup bersih dapat menjaga kesehatan, menghilangkan pikiran yang bingung, mendapat kebahagiaan, bersikap ridlo terhadap teman, dan mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.[65]
2)      Nilai kejujuran
Sifat jujur merupakan salah satu sifat yang ada pada diri Rosul. Sebelum diutus menjadi Nabi, beliau terkenal karena kejujurannya. Beliau diberi gelar as-Sidiqnal-Amin (jujur dan terpercaya). Kejujuran adalah ketenangan sementara kebohongan adalah kegelisahan. Saat bersikap jujur, maka hati kita menjadi tenang dan tentram. Meskipun kita mengetahui bahwasannya dengan bersikap jujur akan menghadapi sesuatu yang tidak disukai. Kejujuran adalah kekayaan yang kini mulai pudar dari tangan manusia.[66] Menurut Hafid Hasan Al-Mas’udi, sebab-sebab jujur adalah sebagai berikut: memiliki akal yang sehat, beragama, serta mempunyai harga diri. Dengan akalnya seseorang dapat mengetahui manfaat berkata jujur. Demikian juga orang yang mempunyai harga diri dia tidak rela untuk mengucapkan perkataan bohong yang dia cari adalah penghias diri dengan akhlak yang baik dan bahwasannya dengan berkata dusta tidak ada kebaikan.
3)      Bersikap amanah
Orang yang bersikap amanah senantiasa melaksanakan terhadap hak-hak Allah SWT dan hak-hak hamba-Nya, seperti tidak mengurangi takaran, timbangan, atau ukuran, tidak menyebarkan kejelekan atau kecacatan, mengembalikan barang titipan, dan sebagainya. Orang yang amanah mencari dan melaksanakan sesuatu yang dapat menimbulkan kemaslahatan bagi dirinya baik di dunia maupun di akhirat.
4)      Iffah
Sifat iffah ini memiliki banyak cabang, diantaranya: sabar, qonaah, pemurah, wara, tenang, kasih sayang, dan memiliki rasa malu. Maku adalah sifat yang ada pada jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan yang bisa memperbaiki dan memperindahnya serta meninggalkan hal yang bisa menodai dan memperburuknya. Sehingga kita akan menjumpai ketika dia melakukan hal yang menyimpang dari syari’at, dia akan merasa malu terhadap manusia. Jika dia melakukan hal yang haram, dia merasa malu terhadap Allah. Jika dia meninggalkan salah satu kewajiban dia merasa malu terhadap Allah. Jika dia meninggalkan sesuatu yang seharusnya dia kerjakan, dia merasa malu terhadap manusia. Malu termasuk bagian dari iman, oleh karena itu Ibnu Umar menyebutkan bahwa Nabi saw pernah melewati salah satu sahabat Anshar yang menasehati saudaranya dalam hal malu, maksudnya menganjurkannya untuk berakhlak dengannya, maka Nabi saw menjelaskan bahwa malu adalah bagian dari keimanan.[67]
5)      Harga diri
Orang yang memiliki harga diri, berarti ia telah berusaha untuk bersikap iffah, menjaga kesucian, dan menjaga diri. Sehingga orang yang memiliki sikap ini pastinya orang tersebut bertaqwa, jauh dari sifat tamak, serta merasa rela terhadap sesuatu yang telah diberikan oleh allah tanpa memandang terhadap sesuatu yang dimiliki orang lain.
6)      Hilim
Sikap hilim merupakan slah satu akhlak yang sangat terpuji. Orang yang hilim, dia selalu menjaga dirinya untuk membalas kepada orang yang berbuat marah kepadanya, padahal ia sendiri mampu untuk membalasnya. Orang yang hilim tidak menyukai permusuhan dan bersikap murah hati pada orang yang berbuat kejahatan.


7)      Dermawan
Hendaknya setiap insan memiliki sikap dermawan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rosulullah. Nabi adalah manusia yang paling dermawan, beliau pernah memberikan pemberian yang tidak ada seorang manusiapun yang memberi seperti beliau lakukan. Beliau lebih mengutamakan orang lain atas dirinya sendiri.            Kedermawanan beliau adalah kedermawanan yang tepat pada tempatnya. Beliau menginfakkan harta untuk Allah dan karena Allah. Terkadang untuk orang kafir, orang yang membutuhkan, orang yang berjihad fi sabilillah atau untuk melunakkan hati orang yangg baru masuk Islam atau dalam rangka mensyari’atkan kepada umat ini agar meneladani beliau. [68]
8)      Tawaduk
Tawaduk mempunyai dua arti pertama, tunduk dan menerima kebenaran dari siapapun. Kedua, tawaduk berarti merendahkan sayap kepada manusia. Maksudnya engkau ramah dan lembut saat bergaul dengan orang lain, siapapun dia. Entah pembantu, pelayan orang terhormat, orang biasa, orang rendahan, ataupun orang besar. Keutamaan dari bersikap tawaduk adalah bahwasannnya allah akan mengangkat kedudukan dan derajat bagi orang yang bersikap tawaduk. Oleh sebab it, bersikaplah tawaduk, karena ketika berusaha untuk berikap tawaduk kepada Allah dalam hidup bermasyarakat, pada waktu itulah kita akan dimuliakan oleh Allah.[69]
9)      Nilai keadilan
Dalam literatur Islam, keadilan dapat diartikan sebagai istilah untuk menunjukan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsultasikan dengan agama. Dimana ada kewajiban maka ada keadilan, yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaannya yang seimbang. Demikian pentingnya masalah keadilan dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban.[70]
Sedangkan nilai pendidikan akhlak yang dilarang terdiri dari: berbicara bohong, bersikap mengagungkan diri sendiri, dendam, hasad, namimah, sombong, tipu daya, dan dhalim.
c.       Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga
Dalam hubungan sosial, kedua orang tua menduduki posisi yang paling istimewa. Dalam kebaktian, berbakti kepada orang tua menempati kedudukan kedua setelah berbakti kepada Allah SWT. Di dunia ini tidak ada seorangpun yang kedudukannya menyamai orang tua dan menandingi jasa orang tua terhadap anak, kecuali si anak menemukan mereka dalam keadaan menjadi budak, yang kemudian memerdekakannya. Jasa orang tua telah didapatkan oleh sang anak sejak masih dalam kandungan, bahkan saat melahirkan sang ibu mempertaruhkan nyawanya, kemudian memelihara dan mendidiknya hingga dewasa. Hal inilah yang menjadikan kedua orang tua kedua orang tua sangat tinggi posisinya bagi anak-anaknya.[71] Di dalam kitab Taisirul Kholak dijelaskan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam keluarga, yang meliputi:
1)      Hak kepada ke-dua orang tua
a)      Selalu menyebutkan nikmat yang telah diberikan oleh orang tua
b)      Berterimakasih kepada orang tua
c)      Melaksanakan perintah orang tua sejauh perintah tersebut tidak menjerumuskan terhadap kemaksiatan
d)     Duduk dihadapannya dengan pandangan tunduk serta memalingkan pandangan dari berbuat kesalahan
e)      Tidak menyakiti hati orang tua meskipun dengan ucapan “AH”
f)       Tidak berjalan dihadapannya kecuali dengan sikap hidmat
g)      Memanggil dengan panggilan kasih sayang dan pengampunan
h)      Amar ma’ruf nahi munkar terhadap orang tua
2)      Hak-hak kerabat
a)      Jangan pernah menyakiti hati kerabat baik dengan ucapan maupun perbuatan
b)      Bersikaplah rendah hati
c)      Memikul penderitaan kerabat meskipun dia bersikap sombong
d)     Membantu terhadap keperluannya serta mencegah dari kemadaratan dalam keadaan apapun.[72]
3)      Kasih sayang maksudnya adalah senantiasa memberikan kebahagiaan kepada orang lain dan merasa bahagia jika bertemu dengannya.[73]
d.      Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa
Yang termasuk nilai pendidikan akhlak dalam bermasyarakat, yaitu: adab bergaul, tetangga, dan persaudaraan.
Hendaknya setiap orang memperhatikan akhlak yang harus dilaksanakan ketika bergaul dengan orang lain, diantaranya: menampakan wajah yang berseri-seri, bersikap baik, memperhatikan ucapan teman bergaul, bersikap tenang, tidak sombong, diam ketika sedang bercanda, memaafkan dari kesalahan dan kekurangannya, tidak sombong dengan kewibawaan dan kekayaannya. Maka sesungguhnya hal itu mendapatkan pahala serta harga diri, tidak akan dijatuhkan dari pandangan orang lain.
Selaian itu, menyembunyikan rahasia, karena bahwasannya rahasia itu tidak ada nilainya untuk dibicarakan.
Selain harus memperhatikan adab dalam bergaul, kita sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bermasyarakat dan bertetangga, hendaknya senantiasa menjaga akhlak dari perbuatan-perbuatan yang tercela. Tetangga merupakan orang yang rumahnya dekat dengan rumah kita, oleh karena itu hendaklah memuliakan tetangga kita. Yang dekat lebih berhak dibandingkan yang jauh.
Bertetangga dengan baik adalah dengan cara berbuat baik dan bersikap dermawan terhadap mereka dan anak-anak mereka. termasuk hal yang sangat disayangkan sekali, kebanyakan mereka berbuat jahat terhadap tetangga mereka yang lebih keterlaluan dibandingkan terhadap orang yang bukan tetangganya. Sehingga yang sering terjadi adalah dia mengganggu tetangganya dengan merampas barang miliknya dan mengusirnya.[74]
Selain akhlak kkepada tetangga, yang termasuk nilai pendidikan akhlak bermasyarakat adalah menyambung talu persaudaraan. Menyambung tali persaudaraan adalah wajib dan memutuskannya adalah karena turunnya laknat dan terhalang masuk kedalam surga. Jika manusia dalam keadaan kekurangan sedangkan engkau dalam keadaan kaya karib kerabatmu dalam keadaan miskin, maka cara menyambung tali persaudaraan mereka adalah dengan cara memberikan kekayaan kepada mereka sesuai dengan kemampuan. Jika manusia dalam keadaan tercukupi dan semuanya dalam keadaan baik, maka pulang pergi menjenguk mereka di pagi dan sore hari bisa terhitung sebagai bentuk menyambung tali persaudaraan.[75] Pada zaman kita ini, perbuatan menyambung tali persaudaraan ini sangat minim sekali. Yang demikian itu, karena masing-masing orang sibuk dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri, sehingga lupa terhadap yang lain.
e.       Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar
Hendaknya seorang muslim memperhatikan dalam masalah kebersihan, baik badan, pakaian, maupun tempat. Karena dengan hidup bersih dapat menjaga kesehatan, dapat menghilangkan pikiran yang negatif, senantiasa mensyukuri atas nikmat Allah yang telah diberikan. Dengan pola hidup bersih, dapat melestarikan lingkungan alam sekitar menjadi indah dan nyaman.


2.      Etika pendidik dalam kitab Taisirul Kholaq
Pengajar atau pendidik adalah penunjuk jalan bagi murid untuk mencapai kesempurnaan dengan memberinya ilmu dan pengetahuan.
Oleh karena itu, disyaratkan bahwa pendidik harus memiliki sifat-sifat terpuji, karena jiwa murid adalah lemah bila di bandingkan dengan jiwa pendidik. Maka apabila pendidik emiliki sifat sempurna, maka murid yang mengikuti petunjuk demikian pula.
Jika begitu, dia harus seorang yang bertaqwa, rendah hati, dan ramah tamah, supaya dicintai oleh murid-murid hingga mereka mendapat faedah darinya. Hendaklah dia seorang yang pemaaf dan berwibawa, supaya dijadikan teladan dan menampakan kasih sayang kepada para murid, supaya mereka bersemangat besar untuk  menerima pelajarannya. Hendaklah dia menasihati dan mendidik mereka dengan pendidikan yang baik.
Janganlah dia memaksa kepada mereka arti-arti kata yang sulit mereka pahami.

3.      Relevansi nilai pendiidikan akhlak dalam kitab Taisirul Kholaq dengan era globalisasi
Kitab Taisirul Kholaq bukanlah kitab yang baru dalam dunia pendidikan. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama besar yaitu Hafid Hasan Al-Mas’udi yang dapat dijadikan pedoman dalam berperilaku bagi manusia untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Yang menarik adalah kitab ini menekankan pada pendidikan akhlak yang mesti dipatuhi dalam kehidupan sehari-hari, yang terkadang kitapun lupa tentang pentingnya menjaga menjaga akhlak dan perilaku, sehingga kita sering terjerumus melaksanakan akhlak yang bernilai buruk, baik pada zaman, tempat dan kondisi tertentu.[76]
Saat ini kita bisa merasakan hilangnya akhlak yang sudah mewarnai komunitas secara keseluruhan. Salah satu tanda dari hilangnya akhlak adalah munculnya pemimpin-pemimpin yang sesungguhnya tidak memiliki kualifikasi sebagai pemimpin ummah, yang tidak memiliki moral yang tinggi, intelektual dan spiritual yang dibutuhkan, tetapi sayang, orang-orang tersebut mendominasi tampuk pemerintahaan secara keseluruhan.
Hubungan akhlak dengan dunia pendidikan, menurut Ibnu Miskawaih[77] tujuan dari pendidikan adalah untuk membentuk perilaku lahir dan batin manusia menuju arah tertentu yang dikehendaki. Dengan berakhlak yang baik, maka seseorang akan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah SWT, dan kebaikannya akan terpancar dalam setiap tidak tanduknya. Oleh sebab itu, kitab Taisirul Kholaq sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam berakhlakul karimah menghadapi tantangan zaman. Dalam kitab ini dijelaskan berbagai nilai pendidikan akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, nilai pendidikan akhlak terhadap diri sendiri, nilai pendidikan akhlak terhadap orang tua, dan berbagai nilai pendidikan akhlak terhadap masyarakat dalam menghadapi era globalisasi.
Globalisasi merupakan kecenderungan perilaku hidup dan kehidupan manusia untuk saling terkait, baik antar individu maupun antar bangsa yang dihubungkan oleh sarana dan prasarana yang makin canggih. Perkembangan kecenderungan itu begitu pesat dan itu disebabkan oleh dorongan kemajuan iptek dan sama-sama komunikasi serta tranportasi antar benua dan antar negara.[78]
Dalam pengembangan dan penggunaan iptek, dewasa ini telah lepas dari kendali keagamaan, sehingga cenderung pada sikap kebuasan iptek yang melihat bahwa iptek semata-mata sebagai kekuatan atau kekuasaan untuk kepentingan pengaruh atau kekuasaan (knowledge is power). Oleh sebab itu, diperlukan solusi yang tepat untuk merubah sikap tersebut yaitu dengan penyebarluasan kembali motivasi-motivasi keilmuan yang terdapat dalam kandungan Al-Quran dan Al-Hadis, sehingga umat Islam dapat berkembang dalam tuntunan dinamika ajaran Islam dan dapat berperan secara dominan dengan memanfaatkan potensi iptek dalam bimbingan nilai-nilai akidah dan akhalak Islam di semua bidang kehidupan manusia.
Menurut hemat penulis, relevansi kitab Taisirul Kholaq dalam menghadapi era globalisasi adalah menjadi obat mujarab dalam memperbaiki akhlak di berbagai bidang khususnya dalam menyikapi berbagai macam karakteristik dari globalisasi seperti: adanya penciptaan dan penggandaan terhadap produk-produk baru, perluasan dan pemekaran hubungan sosial, aktivitas, dan saling kebergantungan, adanya intensifikasi dan akselerasi dalam hubungan sosial, serta kesadaran dari masing-masing individu. Sehingga dapat menggali semua nilai syari’at, baik yang terkait dengan aqidah, muamalah, akhlak, alamiyah maupun insaniah kemudian direalisasikan dalam kehidupan nyata, maka umat Islam akan memenangkan persaingan zaman.
Secara ontologis, dalam orientasi pilihan bidang ilmu dan teknologi yang relevan diharapkan agar umat melihat betapa luasnya cababg ilmu pengetahuan yang tersedia di abad modern ini. Namun, betapa luasnya cabang ilmu itu, dalam pilihannya diharapkan agar umat manusia tetap berpegang dalam tuntunan agama dan mematuhi perintah dan larangan Allah SWT.
Secara epistemologis, diharapkan agar pengembangan dan penggarapan ilmu pengetahuan itu, nilai-nilai, akidah, dan kaidah keislaman hendaknya tetap menjadi petunjuk dan pengarahan (guidance) bagi para ilmuan.
Dan secara aksiologis, supaya pemanfaatan iptek tetap dalam suasana mental dan perilaku yang taqwa. Juga berusaha agar iptek itu membawa kesejahteraan bagi umat manusia, bukan saling merusak dan berbunuhan.[79]
Dengan demikian, pada satu sisi, proses pendidikan harus dapat menyiapkan peserta didik yang dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat sekarang dan akan datang, masyarakat yang semakin lama semakin sulit diprediksi karakteristiknya. Hal ini dikarenakan di era global ini, dengan adanya berbagai penemuan dalam bidang teknologi informasi, orang harus dapat membelajarkan diri dalam suatu proses pendidikan yang bersifat maya (virtual). Implikasinya, bahwa pendidikan harus mampu mempersiapkan bangsa ini menjadi komunitas yang terberdayakan dalam menghadapi kehidupan global yang semakin lama semakin menggantungkan diri pada teknologo informasi. Sisi lain, proses pendidikan tidak boleh mengenyampingkan pembentukan kepribadian. Masyarakat sekolah haruslah masyarakat yang berakhlak. Kampus, misalnya, bukan semata-mata hanya wahana untuk meningkatkan kemampuan intelektual, tetapi juga kejujuran, kebenaran, dan pengabdian pada masyarakat. Secara keseluruhan budaya kampus adalah budaya yang berakhlak mulia. Kampus semestinya menjadi pelopor dari perubahan kebudayaan secara total yang bukan hanya nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga tempat persemaian dari pengembangan nilai-nilai akhlak manusia.[80]

C.    Analisis Data
Etika pendidik menurut Hafid Hasan Al-Mas’udi
Dalam memilih kriteria seorang guru seperti apa yang telah dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, sebaiknya mencari seorang guru yang berpengetahuan tinggi dan luas (a’lam), bisa menjaga diri akan martabatnya dan menjauhi hal-hal yang tidak baik(aura’), dan usianya lebih tua, karena ia sebagai panutan (asan), selalu tenang dalam menghadapi problematika (waquron), bijaksana dan tidak sekehendak hatinya dalam memberi arahan kepada murid (haliman), dan penyabar dalam mendidik peserta didiknya (soburon).[81]
1.      Etika pendidik pada dirinya sendiri
a.       Niat dalam mengajar untuk mendekatkan diri kepada Allah baik ketika sendiri ataupun di hadapan umum.
b.      Harus mempunyai sifat khouf kepada Allah dalam semua perbuatannya,karena dirinya telah dipercaya sebagai pendidik.
c.       Tenang
d.      Wira’i
e.       Tawadlu’
f.       Khusu’ (konsentrasi)
g.      Semua yang diajarkan di dasarkan kepada Allah
h.      Tidak menggunakan ilmunya untuk kepentingan dunia semata
i.        Tidak pilih kasih terhadap peserta didiknya
j.        Zuhud
k.      Menjauhkan diri dari pekerjaan yang menghinakan diri
l.        Menjauhkan diri dari prasangka yang tidak baik
m.    Selalu menjaga lambang-lambang kebesaran Islam
n.      Melakukan sunah Rosul dan meninggalkan bid’ah
o.      Selalu menjaga ucapan dan pekerjaan secara garis syara’
p.      Bermasyarakat dengan akhlakul karimah
q.      Mensucikan dlohir,batin dari sifat tercela
r.        Semangat dalam menambah ilmunya
s.       Tidak mencegah orang yang hendak mencari ilmu
2.      Etika pendidik dalam memberikan pelajaran
a.       Suci
b.      Bersih dan memakai wangi-wangian secukupnya
c.       Memakai pakaian yang bagus
d.      Ketika keluar dari rumah berdoa
e.       Ketika berjumpa dengan orang bersalaman
f.       Berdoa ketika hendak memulai pelajaran
g.      Mengajarkan pelajaran yang paling penting terlebih dahulu
h.      Tidak mengeraskan suara secara berlebihan
i.        Menjaga kelas dari suasana gaduh dan ramai
j.        Mencegah murid yang melampaui batas dalam berdebat
k.      Memberikan kasih sayang kepada peserta didiknya
3.      Etika pendidik kepada muridnya
a.       Mengajar dengan tujuan ridlo Allah
b.      Mengajar dengan ikhlas
c.       Murah hati dan mempermudah dalam memberi pemahaman
d.      Semangat dalam memberi pemahaman
e.       Tidak pilih kasih kepada peserta didik
f.       Mencintai muridnya seperti mencintai diri sendiri
g.      Berusaha menjadikan muridnya menjadi orang yang berguna
h.      Menanyakan murid yang tidak hadir
i.        Menghormati muridnya ketika bertanya
j.        Sering memberi arahan yang positif.[82]
Seorang guru adalah ibarat seorang ayah pada anaknya karena guru selalu mengharapkan dan mengusahakan kebaikan pada muridnya.[83]
Guru merupakan seorang yang memberikan pengarahan dan petunjuk terhadap muridnya, karena telah terbukti kesempurnaan pengetahuan dan pengertiannya.
Adapun syarat sebagai seorang guru:
Memiliki sifat terpuji yang akan memberikan kekuatan ruh bagi seoarang pelajar, karena sesungguhnya ruh atau jiwa seoarang pelajar adalah lemah. Sehingga apabila seorang guru memiliki suatu sikap yang sempurna, maka seorang murid akan menyesuaikannya dengan contoh-contoh yang diberikan oleh gurunya.
Maka tidak boleh tidak, seorang guru harus memiliki sifat taqwa, tawadlu, lemah lembut sehingga seorang murid dapat mengambil manfaat dari sikap yang ditunjukan oleh gurunya.
Selain itu harus memiliki sifat hilmi (pemaaf), senang atau periang, kasih sayang terhadap muridnya sehingga kecintaan seorang murid terhadap gurunya begitu besar terhadap apa yang disampaikan oleh gurunya. Seorang guru harus memberikan nasehat dan pendidikan yang bagus, serta memberikan peluang untuk bergerak, jangan membebani peserta didik, akan tetapi guru harus memberi perhatian yang lebih untuk peserta didiknya.[84]
Pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian dan pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan cermin atas kesuksesanorang tua juga. Firman Allah :
قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا
Artinya :    “….Peliaralah dirimu dan keluargamu dari api neraka….” (QS.At-Tahrim:6)

Dari potongan terjemah tersebut dapat dipahami bahwa yang paling penting pertama kali yang di didik adalah keluarga dan diri sendiri.
Pendidik yang dimaksud disini adalah mereka yang memberikan pelajaran anak didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di madrasah atau sekolah. Kode etik pendidik adalah salah satu bagiandari profesi pendidik. Artinya setiap pendidik yang profesional aka melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik.[85]

Dalam bahasa yang berbeda, Muhammad Athiyah Al-Abrasy[86] menentukan kode etik pendidik dalam pendidikan islam sebagai berikut:
1.      Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi peserta didiknya seperti menyayangi anak nya sendiri.
2.      Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar mengajar.
3.      Memerhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemberian materi pelajaran harus di ukur dengan kadar kemampuannya.
4.      Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik.
5.      Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
6.      Ikhlas dalam menjalankan aktifitasnya.
7.      Dalam mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya.
8.      Memberi bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan.
9.      Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

D.    Interpretasi Data
1.      Pendidik yang Profesional
Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti oleh media tehnologi, tetapi tidak dapat digantikan. Mendidik adlah pekerjaan profesional, oleh karrena itu guru sebagai pelaku utama pendidik merupakan pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pegetahuan dan kemampuan profesional.[87]
Departemen pendidikan dan kebuudayaan (1980) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
a.       Kemampuan profesional, yang mencakup
1)      Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan dasar keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
2)      Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
3)      Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
b.      Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar.
c.       Kemampuan personal yang mencakup
1)      Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
2)      Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dimiliki guru.
3)      Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi para siswanya.
Diantara kemampuan sosial dan personal yang paling mendasar yang harus di kuasai guru adalah idealisme, idealisme dalam pendidikan. Perbuatan mendidik harus dilandasi oleh sikap dan keyakinan sebagai pengabdian pada nusa, bangsa dan kemanusiaan, untuk mencerdaskan bangsa, untuk melahirkan generasi pembangunan atau generasi penerus yang leih andal, dan sebagainya. Kalau perbuatan mendidik hanya didorong oleh kebutuhan memperoleh nafkah, maka guru-guru hanya akan bekerja ala kadarnya, bekerja secara mekanistis dan formalitas.
Dilihat dari dimensi sosialnya, Imam al-Ghazali, al-Nahlawi, dan al-abrasyi menyatakan bahwa seorang guru harus bersikap lemah lembut dan kasih sayang tek, mampu menahan diri, lapang dada, sabar, mampu mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung, dan bersikap adil diantara anak didiknya. Sedangkan syarat-syarat pendidik adalah sebagai berikut:
a.       Memilki sifat Robbani
b.      Sabar dan  sifat Ikhlas
c.       Memiliki sifat Zuhud
d.      Memilki sifat jujur dan konsekuen
e.       Memilki sifat sabar dan tabah hati
f.       Memilki sifat penyantun dan pemaaf
g.      Memiliki sifat keteladanan
h.      Memilki sifat adil
i.        Memilki sifat kebapakan atau keibuan
j.        Mengetahui dan memahami karakter anak didik
k.      Menguasai bidang studinya dan terus menerus meningkatkan pengetahuannya
Demikianlah beberpa sifat atau syarat yang harus dimiliki oleh setiap pendidik dalam pendidikan secara umum, disamping itu juga bisa ditambahkan dengan syarat-syarat teknis lain yang bersifat khusus.
2.      Kedudukan dan Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam beberapa hadits disebutkan: ‘jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pecinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul.[88]
قُمْ لِلْمُعَلِّمِ وَفِهِ التَّبْجِيْلَ
كَأ دَالْمُعَلِّمُ اَنْ يَكُوْنَ رَسُوْلاً                            
berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan,
                                    Seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”
Pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individuals) yang aktifitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun (QS, At-taubah:122). Andai kata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak).
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentransfer ilmunya kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggung jawab atas pengolahan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dapat disimpulkan menjadi tiga bagian yaitu:
a.       Sebagai intruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
b.      Sebagai edukator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.       Sebagaimana gerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalahyang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrol, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Pendidik merupakan salah satu faktor dalam proses pendidikan yang memegang peranan penting. Pendidik atau guru inilah yang bertanggung jawab dalam pentransferan nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh lembaga pendidikan untuk dimiliki oleh para terdidik. Keberhasilan aktifitas pendidik banyak bergantung kepada keberhasilan para pendidiknya dalam mengemban misi kependidikannya. Itulah sebabnya, islam sangat menghormati dan menghargai orang-orang yang mau bertugas sebagai pendidik atau sebagai guru.




BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kasih sayang kepada anak didik, ikhlas, tidak menjelekan ilmu-ilmu diluar keahliannya di kalangan  muridnya merupakan sebagian dari etika menjadi seorang pendidik. Dalam islam kedudukan seorang pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Semua orang tidak sembarang menjadi pendidik, karena pendidik merupakan orang yang muliadan harus dihormati, mempunyai kewibawaan, dan sifat-sifat yang baik. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.

B.     Kritik dan Saran
1.      Kurang mendialogkan esensi dari isi kitab tersebut, sehingga masih banyak, baik dari kalangan pendidik maupun peserta didik yang tidak mengetahui kitab Taisirul Kholaq
2.      Kurang  menjelaskan secara rinci mengenai akhlak  atau perilaku yang harus diterapkan ketika menghadapi zaman yang serba modern. Seharusnya, dari kitab tersebut memberikan contoh atau kisah yang dapat membengkitkan ghiroh bagi para pembaca untuk lebih mempelajari maksud dan tujuan dari isi kitab tersebut untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi, seperti halnya globalisasi.
3.      Masih menjadi wacana dan belum bisa terealisasikan secara menyeluruh dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap esensi kitab ini yang penulisnya memakai bahasa Arab, sehingga akan merasa kesulitan untuk membaca dan memahaminya ketika berhadapan secara langsung. Karena memang kitab ini haya dikonsumsi oleh kaum inten pesantren saja. Seharusnya selain menyodorkan wacana atau ilmu tentang akhlak, hendaknya bisa sampai memfungsikan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam kitab tersebut, sehingga dapat membentuk karakter atau sikap terpuji bagi setiap kalangan dalam berbagai situasi dan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Hudzaifah bin Kadiyat. 2010. Akhlak-Akhlak Mulia, Surakarta: Pustaka Alfiyah
Abuddin Nata. 2010.  Akhlak Tasawuf, Semarang: Pustaka
Abul Mujib dan jusuf mudzakir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam,  Jalarta:Kencana
Ahmad        Ridlowi. 2010.  Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Yogyakarta :Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga.
Ahmad Amin. 1975 Etika (Ilmu Akhlak), terj. K.H. Farid Ma’ruf. Jakarta : Bulan              Bintang.
Anton Bakker dan Achmad Choris Zubair. 1990. Metodologi penelitian filsafat. Yogyakarta:Kanisius.
Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II. Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah.
Amr Khaled. 2010.  Buku Pintar Akhlak, Jakarta: Zaman
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. 2010. Akhlak-Akhlak Mulia, Surakarta: Pustaka Al-fiyah
Agus wibowo dan Hamrin. 2012. Menjadi Guru Berkarakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barnawy Umari. 1984.   Materi Akhlak. Sala : Ramadhani.
Chabib Thoha, Saifudin Zuhri, dkk. 1999.  Metodologi Pengajaran Agama.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Departemen Agama Republiik Indonesia. 1994. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo.
Faida Rahmawati. 2004.  Profil Guru Pendidikan Islam Yang Ideal (Studi Tentang Guru Pendidikan Islam di SD Muhamadiyah Condong Catur). Yogyakarta :Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga.
Hartani. 2011.  Manajemen Pendidikan .Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
H.A.R. Tilar. 2002. Pendidikan, Kebudayaan, dan masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional,Bandung: Rosdakarya
K.H.Muhammad Hasyim Asy’ari. Kitab Adabul Alim Wal Muta’alim,  Jombang: Maktabah sururiyah
M. Amin Syukur. 2010.  Studi Akhlak, Semarang: Walisongo Press
Muhammad Syakir al-Iskandari. Kitab Wasaya al-Abaa lil Abnaa, Surabaya: Al-Miftah
Made pidarta. 1997.  Landasan Kependidikan . Jakarta: Rineka Cipta.
M. Zaenuddin. 2012. Keterampilan Dasar Mengajar . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
M. Ali Hasan.  1988. Tuntunan Akhlak. Jakarta : Bulan Bintang.
M. Solly Lubis. 1992. Umat Islam Dalam Globalisasi, Jakarta: Gema Insani Press
Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi. 2003.  Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia.
Murtadha Muthahari. 1996.  Islam dan Tantangan Zaman, Bandung: Pustaka Hidayah
Nana Syaudih Sukmadinata. 2000.  Pengembangan Kurikulum,  Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Rahman Khakim.. 2008. Kompetensi Kepribadian Guru dalam Pendidikan Islam (Telaah Kitab Al-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’an Karya Al-Nawawi). Yogyakarta: Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga .
Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi. Taisirul Kholaq Surabaya: Al-Miftah.
Syaikh Az-Zarnuji. Ta’lim Muta’alim , Semarang: Puataka Alawiyah
Sugiono. 2013.  Metode Penelitian Pendidikan .  Bandung:Alfabeta.
Sumadi  Suryabrata. 1998. Metodologi Penelitian . Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Suharsimi Arikunto.  1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutrisno Hadi. 1997.  Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Suwito. 2004.  Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta: Belukar
Tayibah, “Tokoh Islam (Hafid Hasan Al-Mas’udi)”. http://tayibah.e.Islam.com. (10 Mei 2015).
Teransip di http://ogetto.mywapblog.com/al-Mas’udi -sejarawan-pengembara.xhtml (10 Mei 2015)
Zainuddin. 2010.  Keterampilan Dasar Mengajar . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.




DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama                                       : Amin Riyanti
NIM                                        : 1111.130
Jenis kelamin                           : Perempuan
Fakultas/Prodi                         : FITK/PAI
Tempat, tanggal lahir              : Banjarnegara, 9 April 1992
Alamat                                    : Krandegan RT 01/02 Kec. Banjarnegara Kab. Banjarnegara
Riwayat Pendidikan               : - TK Perwanida Krandegan, Banjarnegara
- SD Negeri 7 Krandegan, Banjarnegara
- SMP Al-Jufri Mirit, Kebumen
- SMA Wira Usaha Bandungan, Semarang
- Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ)
                                               
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.


Wonosobo, Juli 2015
Penulis


Amin Riyanti
1111.130







[1] Made pidarta, Landasan Kependidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 264.
[2] Syaikh An-Nawawi, Riyadus Sholihin, (Semarang: Pustaka Uluwiyyah, t.th), hal. 531.
[3] Ibid., hal. 113.
[4]M. Zaenuddin, Keterampilan Dasar Mengajar (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 16.
[5]A.L. Hartani, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2011),hal . 94.
[6]Syekh Hafid Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq, (Surabaya: Al-Miftah,tt),hal. 2.
[7]Ahmad Ridlowi, Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2010.
[8]Rahman Khakim., Kompetensi Kepribadian Guru dalam Pendidikan Islam (Telaah Kitab Al-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’an Karya Al-Nawawi). Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
[9]Faida Rahmawati., Profil Guru Pendidikan Islam Yang Ideal (Studi Tentang Guru Pendidikan Islam di SD Muhamadiyah Condong Catur). Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
[10] M. Zaenuddin, Keterampilan Dasar Mengajar (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 16.
[11]Departemen Agama Republiik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994)
[12]Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Terjemah Ma’al Mu’alim ,( Jakarta: Darul Haq ,2002), hal. 27.
[13]Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hal. 670.
[14]Ibid.., hal. 960.
[15] Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II, (Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.), hal. 504.
[16]Barnawy Umari, Materi Akhlak, (Sala : Ramadhani, 1984), hal. 2.
[17] M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), hal. 11.
[18]Chabib Thoha, Saifudin Zuhri, dkk., Metodologi Pengajaran Agama, (Fakultas Tarbiyah,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hal. 136.
[19]Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia, 2003), hal. 114.
[20]Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), terj. K.H. Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), hal. 6-7.
[21]Zainuddin, Keterampilan Dasar Mengajar (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal. 33.
[22]Agus wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 113.
[23]Ibid., hal. 34
[24]Ibid., hal. 124
[25] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan ( Bandung:Alfabeta,2013), hal. 5.
[26] Ibid., hal. 14.
[27] Ibid.,hal.60.
[28] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 16.
[29] Ibid., hal. 18.
[30] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1997), hal. 42
[31] Ibid., hal. 36.
[32] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 21.
[33]Tayibah, “Tokoh Islam (Hafid Hasan Al-Mas’udi)”. http://tayibah.e.Islam.com. (10 Mei 2015).
[34]Teransip di http://ogetto.mywapblog.com/al-Mas’udi -sejarawan-pengembara.xhtml (10 Mei 2015)
[35] Hafid Hasan al-Mas’udi, Taisirul kholaq, (Surabaya: Al-Miftah, t.th), hal. 2. 
[36]Ibid, hal. 6-7
[37] Ibid, hal. 8-9
[38] Ibid, hal 9-10
[39]Ibid, hal 10-11.
[40] Ibid, hal 12
[41] Ibid, hal. 12-14.
[42]Ibid, hal. 14-15
[43]Ibid, hal. 16
[44]Ibid, hal. 17-18.
[45]Ibid, hal. 18-19
[46]Ibid, hal. 19-20
[47]Ibid, hal 20-22
[48] Ibid, hal. 22-23
[49] Ibid, hal. 23-26
[50] Ibid, hal. 26-28
[51]Ibid, hal. 28-29
[52] Ibid, hal 28-29
[53]Ibid, hal. 30-31
[54]Ibid, hal. 31-32
[55]Ibid, hal.  32
[56]Ibid, hal. 33
[57]Ibid, hal. 33-34
[58]Ibid, hal. 34-36
[59]Ibid, hal. 36-37
[60]Ibid, hal. 37-38
[61]Ibid, hal. 39-40
[62]Ibid, hal. 40-42
[63]Ibid, hal.  42-43
[64]Ibid, hal. 43-44
[65] Hafid Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq, (Surabaya: Al-Miftah, t.th), hal 22-23
[66] Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, (Jakarta: Zaman,2010), hal 83.
[67] Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Akhlak-Akhlak Mulia, (Surakarta: Pustaka Al-fiyah, 2010), hal.104.
[68] Ibid., hal. 179-180.
[69] Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, hal.55-56.
[70] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Semarang: Pustaka, 2010), hal. 143-144
[71] M. Amin Syukur, Studi Akhlak, (Semarang: Walisongo Press, 2010), hal. 70.
[72] Hafid Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq, hal. 8-10.
[73] Ibid., hal. 12-13.
[74] Abu Hudzaifah bin Kadiyat, Akhlak-Akhlak Mulia, (Surakarta: Pustaka Alfiyah,2010), hal. 74
[75] Ibid., hal. 71.
[76] Murtadha Muthahari, Islam dan Tantangan Zaman, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hal. 194.
[77] Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar, 2004), hal. 38.
[78] M. Solly Lubis, Umat Islam Dalam Globalisasi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), hal. 31-32.
[79] Ibid., hal. 13.
[80] H.A.R. Tilar, Pendidikan, Kebudayaan, dan masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, (Bandung: Rosdakarya, 2002), hal. 76.
[81]Syech Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim (Semarang: Puataka Alawiyah, t.th), hal 13.
[82]K.H.Muhammad Hasyim Asy’ari, Kitab Adabul Alim Wal Muta’alim, (Jombang: Maktabah sururiyah,t.th), hal.55-70
[83]Muhammad Syakir al-Iskandari, Kitab Wasaya al-Abaa lil Abnaa, (Surabaya: Al-Miftah,t.th), hal.1.
[84]Hafid Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq (Surabaya: Salim Nabhan,t.th), hal. 7-9.
[85]Made pidarta, Op.Cit hal 27
[86]Abul Mujib dan jusuf mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam,( Jalarta:Kencana, 2006), hal. 98.
[87]Nana Syaudih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 192.
[88]Abdul Mujib, Op.Cit hal 89

Tidak ada komentar:

Posting Komentar